Jika ada indikasi permainan atau penimbunan maka harus diproses sesuai aturannya agar masyarakat tidak resah.

JAKARTA - Kenaikan harga beras telah menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Inflasi kelompok komponen harga bergejolak pada Februari 2024 diperkirakan masih di kisaran 7 persen secara year on year (yoy). Adapun laju inflasi tahunan atau Februari 2024 dibanding Februari 2023 diperkirakan akan berada pada level 2,6 persen (yoy).

Ekonom Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, di Jakarta, Kamis (29/2), mengatakan kenaikan harga kemungkinan akan dialami oleh bahan pangan termasuk beras, bawang putih, bawang merah, dan gula.

Oleh sebab itu, dia mengimbau pemerintah agar memanfaatkan anggaran Perlindungan Sosial untuk menyalurkan bantuan pangan kepada masyarakat, terutama ketika menghadapi kenaikan harga beras. "Bantuan pangan akan sangat membantu daya beli masyarakat," kata Rully kepada Antara.

Untuk harga beras premium di sejumlah wilayah di RI saat ini sudah mencapai 15.000-16.000 rupiah per kilogram.

Berkaitan dengan kenaikan harga beras, anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Hilman Pujan, mengatakan pihaknya akan melakukan pendalaman lebih lanjut terutama untuk mengidentifikasi dugaan potensi praktik persaingan usaha tidak sehat yang mengakibatkan harga beras menjadi tinggi di pasaran.

Identifikasi dilakukan untuk menindaklanjuti berbagai data, informasi, serta temuan dalam diskusi yang telah dilakukan bersama sejumlah kementerian dan lembaga di bidang pangan, serta asosiasi, dan berbagai pelaku usaha besar di komoditas tersebut.

"KPPU akan melakukan pendalaman lebih lanjut terutama untuk identifikasi potensi praktik persaingan usaha tidak sehat mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999," kata Hilman.

Hilman menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai pemangku kepentingan, yakni Badan Pangan Nasional, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Satuan Tugas Pangan Polri, asosiasi, dan berbagai pelaku usaha besar. "FGD tersebut guna mendalami fenomena volatilitas harga pangan, khususnya beras," ucap Hilman.

Diskusi lintas pemangku kepentingan tersebut untuk menyikapi tren kenaikan harga beras khususnya dalam enam bulan terakhir serta berbagai informasi mengenai kelangkaan komoditas beras di pasar ritel.

Dia menyebut beberapa poin penting yang diperoleh dalam diskusi tersebut yakni adanya hambatan di hulu (panen gabah), dengan berbagai macam faktor diduga mengakibatkan turunnya tingkat produksi gabah panen dan beras.

"Faktor tersebut meliputi faktor musim dan cuaca, luas lahan tanam yang berkurang, serta produktivitas lahan yang relatif rendah," kata Hilman.

Dari sisi penggilingan padi, ada informasi mengenai makin banyaknya usaha penggilingan padi kecil yang tidak memiliki kemampuan bersaing untuk memperoleh gabah hasil panen, dibandingkan dengan usaha penggilingan besar.

Kedua, hambatan di sisi produksi dan distribusi beras, di mana sejak akhir 2023 sampai awal Februari 2024, para pelaku usaha di bidang beras mengaku kesulitan untuk menemukan komoditas beras untuk disalurkan ke pasar, terutama ke pasar modern.

Ketiga, Persatuan Penggiling Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) memaparkan kalau penentuan harga komoditas itu dibentuk oleh pelaku usaha yang memiliki jaringan langsung dengan produsen di wilayah sentra produksi.

"Hal ini kemudian berpengaruh secara langsung terhadap harga jual beli di daerah lain," kata Hilman.

Ulah Monopoli

Peneliti Indef, Tauhid Ahmad, mengatakan kenaikan harga beras di Februari ternyata lebih tinggi dari Januari. Kelangkaan beras di pasar itu menyebabkan naiknya harga beras yang sangat mungkin disumbang oleh ulah monopoli penggilingan besar di setiap wilayah. Dengan kekuatan modalnya, penggilingan besar lebih mudah mengalahkan tawaran harga penggilingin-penggilangan kecil yang dekat dengan petani.

"Petani memang sedikit diuntungkan, tapi kewajiban KPPU untuk mengusutnya secara tuntas indikasi terjadinya monopoli yang merugikan konsumen," kata Tauhid.

Sementara itu, Wakil Rektor Tiga Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, mengatakan KPPU harus menjalankan tupoksinya dengan sungguh-sungguh untuk memastikan tidak ada indikasi pelanggaran dalam praktik perdagangan dan distribusi beras sebagai makanan pokok.

"KPPU harus menemukan mengapa beras sampai sulit dicari, padahal untuk wilayah lumbung pangan seperti Jatim yang produksinya selalu surplus, juga ikut-ikutan mahal dan langka. Jika ada indikasi permainan atau penimbunan maka harus diproses sesuai aturannya. Ini masalah makanan pokok dan sebentar lagi bulan Puasa, masyarakat jangan sampai dibiarkan tambah resah," pungkas Surokim.

Baca Juga: