Jakarta - Untuk membuktikan adanya pelanggaran monopoli oleh produsen air minum Aqua, sesungguhnya cukup dibutuhkan dengan dua alat bukti saja, begitu menurut Tim Investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan hal tersebut telah terpenuhi. Tetapi, pihak Tim Investigator KPPU yang dipimpin Arnold Sihombing ingin menghadirkan para saksi lebih banyak agar lebih meyakinkan.

Menurut Tim Investigator KPPU, penjualan Le Minerale yang semakin melesat di pasar membuat pihak Aqua melakukan berbagai cara untuk menghambatnya. Pada Jumat (25/8), Tim Investigator KPPU menghadirkan saksi korban intimidasi Aqua bernama Edy.

"Penjualan Le Minerale sedang bagus. Akibatnya saya diminta Pak Ace supaya tidak memajang produk Le Minerale dan kalau bisa diumpetin. Kemudian produk Le Minerale saya taruh di belakang. Kondisi ini jelas tidak nyaman bagi saya, " tutur Edy.

Himbauan atau larangan itu tidak terjadi sekali saja. Selain lewat telepon terkadang juga secara langsung disampaikan pihak Aqua secara lisan. Puncak larangan terjadi sehari sebelum Edy mengikuti gathering yang diadakan Le Minerale pada Minggu, 20 September 2016.

Pada sidang sehari sebelumnya, Tim investigator KPPU mendatangkan saksi Yuli. Yuli mengaku menjual beragam merek air minum dalam kemasan (AMDK) di tokonya, termasuk Aqua, Le Minerale, Vit, dan Batavia.

Perkara dugaan monopoli oleh Aqua ini bermula dari laporan para pedagang ke Kantor KPPU pada September 2016. Kemudian PT Tirta Fresindo Jaya melayangkan somasi terbuka terhadap PT Tirta Investama di surat kabar pada 1 Oktober 2016.

Somasi ini selanjutnya ditanggapi KPPU. Dalam kasus ini, PT Tirta Investama selaku produsen air minum dalam kemasan merek Aqua dan PT Balina Agung Perkasa diduga melakukan pelanggaran Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, tentang larangan praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. pur/R-1

Baca Juga: