“Saya malah khawatir, hasil dari pemilu 2024 itu menurun untuk kuota perempuan di ­parlemen," ujar Sekretaris Jenderal KPPI, Lis Dedeh.

JAKARTA - Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) khawatir kuota perempuan di parlemen pada periode 2024-2029 mengalami penurunan. Hal ini karena Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 10 tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota tetap menjadi rujukan tanpa ada revisi.

"Saya malah khawatir, hasil dari pemilu 2024 itu menurun untuk kuota perempuan di parlemen," ujar Sekretaris Jenderal KPPI, Lis Dedeh, dalam Media Talk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), di Jakarta, Jumat (20/10).

Dia menjelaskan, pada pemilihan anggota legislatif periode 2019-2024, angka keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Dari 97 perempuan atau 17,3 persen menjadi 118 perempuan atau 20,5 persen.

Lis mengatakan, adanya PKPU 10/2023 sedikit memupus semangat para calon legislatif (caleg) perempuan. Di sisi lain, partai juga tidak lagi proaktif untuk memenuhi kuota 30 persen perempuan untuk menjadi caleg.

Sebagai informasi, dalam pasal 8 ayat 2 PKPU 10/2023 mengatur penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50, maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah. Jika 50 atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.

Lis mengatakan, MA telah mengabulkan proses uji materiil, tapi PKPU 10/2023 tetap dijalankan tanpa revisi sebab partai kesulitan mencari caleg perempuan.

Baca Juga: