KPK mulai mengusut dugaan penerimaan uang Bupati nonaktif Bangkalan, Amin Imron dari apra ASN yang mengikuti seleksi jabatan.
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan penerimaan uang oleh tersangka Bupati nonaktif Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron (RALAI) dari para aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Kabupaten Bangkalan yang mengikuti seleksi jabatan.
KPK mendalami hal tersebut dengan memeriksa sembilan saksi di Gedung Polda Jawa Timur dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait lelang jabatan di Pemkab Bangkalan.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya, antara lain terkait dengan dugaan penerimaan uang oleh tersangka RALAI dari para ASN Pemkab Bangkalan yang mengikuti seleksi jabatan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (13/1).
Lima dari sembilan saksi tersebut diperiksa pada Kamis (12/1), yakni anggota Komisi Informasi Kabupaten Bangkalan M. Sodiq, PNS pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bangkalan Hery Lianto Putra, Ketua ULP Bangkalan Moehammad Ridhwan, pihak swasta Diana Kusumawaty, dan Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bangkalan Masyhudunnury.
Sementara empat saksi lainnya diperiksa pada Rabu (11/1), yaitu Kabag Protokoler dan Komunikasi Pimpinan Kabupaten Bangkalan Erwin Yoesoef, mantan penjabat Sekda Bangkalan Ishak Sudibyo alias Yoyok, Kepala Subbidang Pengembangan Karier dan Promosi BKPSDA Kabupaten Bangkalan Nauval Farisy, dan wiraswasta Zaenab Zuraidah.
Selain itu, lanjut Ali, tim penyidik KPK juga mendalami pengetahuan sembilan saksi tersebut soal dugaan aliran uang dari pemberian pihak swasta yang mendapatkan proyek pekerjaan di Pemkab Bangkalan.
KPK telah menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan suap terkait lelang jabatan di Pemkab Bangkalan, Jawa Timur, salah satunya RALAI selaku penerima suap.
Lima tersangka pemberi suap ialah Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Kabupaten Bangkalan Agus Eka Leandy (AEL), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan Wildan Yulianto (WY), Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bangkalan Achmad Mustaqim (AM), Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bangkalan Hosin Jamili (HJ), serta Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Bangkalan Salman Hidayat (SH).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka RALAI, selaku Bupati Bangkalan periode 2018-2023, memiliki wewenang untuk memilih dan menentukan langsung kelulusan ASN Pemkab Bangkalan yang mengikuti proses seleksi maupun lelang jabatan.
Dalam kurun waktu 2019-2022, Pemkab Bangkalan, atas perintah tersangka RALAI, membuka formasi seleksi pada beberapa posisi di tingkat jabatan pimpinan tinggi (JPT), termasuk promosi jabatan untuk eselon III dan IV.
Melalui orang kepercayaannya, tersangka RALAI kemudian meminta biaya komitmen (commitment fee) berupa uang pada setiap ASN yang ingin dinyatakan terpilih dan lulus dalam seleksi jabatan tersebut.
Para ASN yang mengajukan diri dan sepakat memberikan sejumlah uang untuk dipilih dan dinyatakan lulus oleh tersangka RALAI ialah tersangka AEL, tersangka WY, tersangka AM, tersangka HJ, dan tersangka SH.
Besaran biaya komitmen yang diberikan dan diterima tersangka RALAI melalui orang kepercayaannya bervariasi, sesuai dengan posisi jabatan yang diinginkan. KPK menduga besaran nilai biaya komitmen tersebut dipatok Rp50-150 juta, yang teknis penyerahannya secara tunai melalui orang kepercayaan RALAI.
Selain itu, KPK juga menduga tersangka RALAI menerima sejumlah uang lain karena turut serta dan ikut campur dalam pengaturan beberapa proyek di seluruh dinas di Pemkab Bangkalan, dengan penentuan besaran biaya sebesar 10 persen dari setiap nilai anggaran proyek.
Tersangka RALAI diduga telah menerima uang lewat orang kepercayaannya senilai Rp5,3 miliar. KPK mengungkapkan uang yang diterima tersangka RALAI tersebut digunakan untuk keperluan pribadinya, salah satunya untuk membayar survei elektabilitas.
Selain itu, tersangka RALAI juga diduga menerima pemberian lainnya dalam bentuk gratifikasi. Hal itu akan ditelusuri dan dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.