Pandemi Covid-19 menyerang hampir semua aspek kehidupan warga negara. Anggaran yang dialokasikan untuk menangani dampak pandemi ini pun sangat besar sekali.

Alokasi anggaran pemulihan kesehatan dan ekonomi terkait dampak dari pandemi ini berpotensi untuk disalahgunakan. Salah satu lembaga yang turut ambil peran mencegah terjadinya korupsi terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Untuk mengetahui apa saja yang dilakukan KPK dalam mencegah penyalahgunaan anggaran Covid-19, Koran Jakarta merangkum jawaban dari Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, dalam capaian dan kinerja KPK selama semester 1 di tahun 2020.

Apa peran KPK dalam pencegahan terjadinya penyalahgunaan anggaran Covid-19?

Di bidang pencegahan, khususnya pada tingkat pusat dan daerah, KPK membentuk total 15 satuan tugas (satgas) khususnya pada kedeputian pencegahan. Satu satgas ini, khusus bekerja sama dengan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19.

Tim ini akan melakukan analisa dan memberikan rekomendasi terkait permasalahan sistemik yang dihadapi dalam pengadaan barang dan jasa pada Covid-19. Kemudian, tim juga bersama-sama dengan kementerian dan lembaga terkait melakukan pendampingan terkait refocusing pada kegiatan realokasi anggaran yang dilakukan oleh seluruh kementerian lembaga terkait.

KPK juga melakukan pendampingan dalam proses pengadaan barang dan jasa dalam masa darurat ini. Untuk tingkat daerah, kita melakukan melalui sembilan satgas pada unit Korwil pencegahan bekerja sama dengan instansi terkait, seperti BPKP, LKPP, dan APIP dalam mendampingi seluruh pemda untuk proses refocusing kegiatan dan realokasi pada anggaran APBD dalam penanganan Covid-19.

Kalau terkait dengan tugas monitoring KPK?

Untuk penanganan dalam tugas monitoring, KPK telah membentuk lima satgas guna melalukan kajian terhadap sistem pada ilustrasi penyelenggara pemerintahan untuk mengawal kebijakan dan program pemerintah dalam penanganan Covid-19. Itu pada bidang kesehatan, pada perlindungan sosial, dukungan UMKM, dunia usaha dan juga pemda dengan anggaran total 695,20 triliun rupiah.

Jadi, dalam enam skema, yaitu kesehatan, pelindungan sosial, insentif usaha, UMKM, pembiayaan korporasi, dan sektor kementerian dan lembaga. Tiga kajian di antaranya ini telah selesai pada semester pertama yaitu pada program kartu pra kerja. Kemudian pada pengganti biaya perawatan ke rumah sakit, lalu terkait insentif bagi tenaga kesehatan.

Kemudian sejumlah rekomendasi yang berhubungan dengan kartu prakerja, KPK telah menyampaikan kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan regulasi. Sehingga skema penyelenggaraan program ini tepat sasaran dan menghindari adanya potensi inefisiensi dalam penyelenggaraan program yang dimaksud.

Apakah ada potensi kerawanan lainnya?

Potensi kerawanan lain, ada pada alokasi sumber dana dan belanja serta pemanfaatan anggaran pada proses refocusing dari alokasi anggaran Covid-19 pada APBN dan APBD. Dan juga pada penyelenggaraan bantuan sosial, oleh pemerintah pusat dan daerah KPK bisa mengidentifikasi pada titik rawan pada perdataan penerimaan, pada klarifikasi dan validasi data, belanja barang, distribusi bantuan dan pengawasan.

Untuk hal ini, kemudian KPK juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2020 tanggal 21 April tentang penggunaan DTKS dan data non-DTKS dalam pemberian bantuan sosial ke masyarakat.

Apakah banyak keluhan dari masyarakat, apalagi KPK sudah memiliki aplikasi JAGA Bansos?

Kesemrawutan dan keluhan dalam penyaluran bansos yang dinilai tidak tepat sasaran, mendorong KPK meluncurkan aplikasi pelaporan bansos, yaitu JAGA Bansos. Fitur pelaporan tentang bansos tersebut menambahkan fitur dalam platform pencegahan korupsi JAGA.

Fitur baru ini juga menyediakan informasi tentang bansos selain sebagai medium bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan penyimpangan/penyalahgunaan bansos di lapangan.

Sejak diluncurkan pada 29 Mei 2020, hingga 7 Agustus 2020, JAGA Bansos menerima total 894 keluhan terkait penyaluran bansos di 243 pemda terdiri dari 224 pemerintah kabupaten/kota dan 19 pemerintah provinsi.

Keluhan yang paling banyak disampaikan adalah tidak menerima bantuan padahal sudah mendaftar yaitu berjumlah 369 laporan. Keluhan tersebut telah kami teruskan kepada pemda dan K/L terkait untuk ditindaklanjuti.

Tercatat 375 keluhan telah selesai ditindaklanjuti oleh pemda, 207 laporan masih dalam proses tindak lanjut, selebihnya masih dalam proses verifikasi dan konfirmasi kelengkapan informasi/data laporan kepada pelapor. n yolanda permata putri syahtanjung/P-4

Baca Juga: