JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Bupati Blora periode 2010-2021, Djoko Nugroho sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur Utama (Dirut) PT Dirgantara Indonesia (DI), Budi Santoso (BS). Budi merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap penjualan dan pemasaran di PT DI tahun anggaran 2007-2017.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BS," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, di Jakarta, Kamis (6/8).

Penyidik KPK turut memanggil dua saksi lain untuk tersangka Budi. Mereka adalah Komisaris PT Quartagraha Adikars, Susinto Entong dan Kasi Sapras Basarnas, Suhardi.

Dalam kasus ini turut menjerat mantan asisten direktur Bidang Bisnis Pemerintah PT DI, Irzal Rinaldi Zailani (IRZ). Budi dan Irzal telah ditahan KPK pada Jumat (12/6).

Pemasaran dan penjualan fiktif itu dimulai pada tahun 2018, di mana dilakukan untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait operasional perusahaan melalui kerja sama dengan sejumlah mitra/agen. Diduga tersangka Budi dan Irzal bersama-sama dengan Direktur Aircraft Integration, Budi Wuraskito; Direktur Aerostructure, Budiman Saleh; serta Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan, Arie Wibowo melakukan rapat yang membahas soal kebutuhan dana PT DI, untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lain, termasuk biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.

Selanjutnya, tersangka Budi mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra/keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun, sebelum dilaksanakan, tersangka Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN.

Setelah beberapa kali dilakukan pertemuan disepakati kelanjutan program kerja sama mitra/keagenan yakni prosesnya dilakukan dengan cara penunjukan langsung; dalam penyusunan anggaran pada Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT DI, pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.

"Selanjutnya, tersangka BS memerintahkan tersangka IRZ dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra/keagenan. Tersangka IRZ menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra/agen," kata Ketua KPK, Firli, pada konferensi penetapan tersangka beberapa waktu lalu.

Kemudian, mulai Juni 2008-2018, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI yang ditandatangani Direktur Aircraft Integration dan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha. Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama.

Firli mengatakan pada 2011, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen, setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama 2011 sampai dengan 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut sekitar 205,3 miliar rupiah dan 8,65 juta dollar Amerika Serikat (AS).

Setelah keenam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT DI, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar 96 miliar rupiah yang kemudian diterima oleh pejabat di PT DI di antaranya kedua tersangka, Arie dan Budiman Saleh.

Perbuatan kedua tersangka, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar 205,3 miliar rupiah dan 8,65 juta dollar AS. Atas perbuatannya, kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pPasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ola/N-3

Baca Juga: