JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi dua saksi, salah satunya mantan Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, terkait pemberian bantuan keuangan dari Pemprov Jatim ke kabupaten dan kota.

Soekarwo diperiksa bersama mantan sekretaris daerah Provinsi Jatim Ahmad Sukardi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (8/11).

"Dikonfirmasi terkait dengan proses pemberian bantuan keuangan dari Pemprov Jatim ke kabupaten maupun kota," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (9/11).

KPK memeriksa keduanya untuk tersangka Kepala BPKAD Provinsi Jatim periode 2014-2016 dan Kepala Bappeda Provinsi Jatim periode 2017-2018 Budi Setiawan (BS) dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait pengesahan APBD dan bantuan provinsi Pemkab Tulungagung.

Selain itu, lanjut Ali, penyidik juga mendalami pengetahuan kedua saksi itu terkait tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) Tim Anggaran Pemerintah Daerah Provinsi Jatim.

Usai diperiksa, Soekarwo mengaku menjelaskan kepada penyidik KPK soal Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 13 Tahun 2011 tentang Bantuan Keuangan Daerah. "Menjelaskan Pergub 13 Tahun 2011 tentang struktur di dalam mengambil keputusan bantuan keuangan ke daerah," kata Soekarwo.

Ia mengaku tidak ada masalah dalam pergub tersebut. Namun, katanya, masalah yang terjadi kemudian adalah dugaan suap yang dilakukan BS. "Tidak ada. Bukan pelaksanaannya yang jadi permasalahan, (tapi) perilaku (oknum). Kalau pergubnya sudah jalan sesuai aturan," kata Soekarwo.

Penetapan BS sebagai tersangka dilakukan setelah KPK menjalankan serangkaian penyelidikan berdasarkan fakta hukum persidangan kasus yang menjerat mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan kawan-kawan serta kasus Direktur PT Kediri Putra Tigor Prakasa.

Dalam konstruksi perkara, KPK menduga tersangka BS, yang saat itu menjabat Kepala BPKAD Provinsi Jatim, sepakat akan memberikan bantuan keuangan dari Pemprov Jatim kepada Pemkab Tulungagung dengan pemberian fee antara 7-8 persen dari total anggaran yang diberikan.

Selanjutnya, pada 2015, Kabupaten Tulungagung mendapatkan bantuan keuangan dari Pemprov Jatim sebesar Rp79,1 miliar. Terhadap alokasi bantuan keuangan tersebut, Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung memberikan fee kepada tersangka BS sebesar Rp3,5 miliar.

Kemudian, pada 2017, tersangka BS diangkat menjadi Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur, sehingga kewenangan pembagian bantuan keuangan menjadi kewenangan mutlak tersangka BS.

Pada 2017, Sutrisno atas izin Syahri Mulyo juga diminta untuk mencarikan anggaran bantuan keuangan di Pemprov Jatimm, sehingga Sustrisno menemui tersangka BS untuk meminta alokasi anggaran bagi Pemkab Tulungagung. Dengan demikian, pada anggaran perubahan tahun 2017, Pemkab Tulungagung mendapat alokasi bantuan keuangan sebesar Rp30,4 miliar dan Rp29,2 miliar di 2018.

Sebagai komitmen atas alokasi bantuan keuangan untuk Pemkab Tulungagung pada 2017 dan 2018 tersebut, KPK menduga Syahri Mulyo melalui Sutrisno memberikan fee sebesar Rp6,75 miliar kepada tersangka BS.

Atas perbuatannya, tersangka BS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-?Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca Juga: