KPK mendalami dasar hukum hingga prosedur dalam penerimaan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Negeri.

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dasar hukum hingga prosedur dalam penerimaan mahasiswa baru dengan memeriksa Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Srie Tjahjandarie sebagai saksi.

Tjitjik diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani (KRM) dan kawan-kawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (9/9), dalam penyidikan kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru Unila tahun 2022.

"Saksi hadir dan dikonfirmasi pengetahuan saksi, antara lain soal dasar hukum, prinsip-prinsip, mekanisme, serta prosedur dalam penerimaan mahasiswa baru," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, kemarin.

Selain itu, KPK juga mendalami pengetahuan saksi Tjitjik soal peran Kemendikbudristek dan rektor dalam penerimaan mahasiswa baru tersebut.
KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi Unila. Tiga tersangka selaku penerima suap ialah Karomani (KRM), Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi (HY), dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB), sedangkan seorang tersangka selaku pemberi suap adalah Andi Desfiandi (AD) sebagai pihak swasta.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan KRM yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024 memiliki wewenang terkait mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) Tahun Akademik 2022.

Selama proses Simanila berjalan, KPK menduga KRM aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan dengan memerintahkan HY, Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila Budi Sutomo, dan MB untuk menyeleksi secara "personal" terkait kesanggupan orang tua mahasiswa.

Apabila ingin dinyatakan lulus maka calon mahasiswa dapat "dibantu" dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme pihak universitas.

Selain itu, KRM juga diduga memberikan peran dan tugas khusus bagi HY, MB, dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua calon mahasiswa baru. Besaran uang itu jumlahnya bervariasi mulai dari 100 juta sampai 350 juta rupiah untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.

Rektor Universitas Airlangga (Unair), Mohammad Nasih, menilai peminatan siswa tetap perlu dipertimbangkan dalam seleksi tes masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Menurutnya, hal tersebut membuat peserta didik dapat mengikuti perkuliahan dengan baik.

"Linearitas antara SLTA dan perguruan tinggi tetap harus dipertimbangkan," ujar Nasih dalam keterangannya kepada Koran Jakarta, Minggu (11/9).

Nasih mengatakan, perubahan seleksi masuk PTN masih perlu diperinci dan ditinjau ulang, terutama mengenai lintas jurusan. Menurutnya, pada jenjang universitas, mahasiswa juga dituntut untuk memiliki dasar yang cukup mumpuni untuk mengikuti mata kuliah yang diajarkan.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Anwar Makarim, mengumumkan akan mengubah sistem terkait Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Pemerintah akan menghapus tes mata pelajaran atau tes kemampuan akademik (TKA).

Baca Juga: