Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2020 yang digelar pada Desember 2020, di tengah pandemi covid-19, dikhawatirkan akan menimbulkan konflik kepentingan para calon kepala daerah dalam menyalurkan bantuan sosial (Bansos) kepada masyarakat.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjadi garda terdepan untuk mencegah terjadinya korupsi serta politisasi terkait penyaluran bansos di saat pilkada nanti. Untuk mengupas hal tersebut, Koran Jakarta mewawancarai Pelaksana Tugas Juru Bicara Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding. Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana KPK mengawasi dan mencegah politisasi bansos di masa pilkada?

KPK memaksimalkan pelaksanaan fungsi koordinasi, monitoring, dan supervisi. Salah satunya dilakukan oleh Unit Koordinasi Wilayah KPK yang salah satu lingkup tugasnya adalah memantau penyaluran bansos Covid-19 di seluruh Indonesia.

Pemantauan penyaluran bansos Covid-19 seperti apa?

Setidaknya ada tiga aspek dari penyaluran bansos Covid-19 yang diawasi KPK, yaitu pertama dari aspek tata kelola, KPK mengawasi bagaimana proses penyalurannya, pertanggungjawabannya, pola penerimaan, dan tindak lanjut atas keluhan masyarakat.

Kedua, terkait cleansing data, KPK memantau integrasi data penerima bansos, termasuk agar inclusion dan exclusion error dapat dihilangkan untuk memastikan ketepatan sasaran penerima bansos.

Ketiga, pada aspek kebijakan, yakni dengan memantau terkait dukungan aturan apakah ada tumpang-tindih aturan antarkementerian atau antara pusat dengan daerah yang memiliki kewenangan dalam penyaluran bansos.

Selain itu, apalagi yang diawasi KPK?

Pada masa pilkada ini, KPK juga mengawasi jangan sampai ada kepentingan dari kepala daerah, khususnya petahana, yang memanfaatkan bansos dan memolitisasi bansos sebagai upaya perolehan simpati warga untuk pilkada.

Apakah ada risiko timbulnya kecurangan?

Melalui studi yang dilakukan, KPK telah memitigasi potensi risiko kecurangan dalam penyaluran bansos, antara lain terkait, pertama, data fiktif dan tidak memenuhi syarat; kedua, benturan kepentingan dari para pelaksana di pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Ketiga, pemerasan oleh pelaksana kepada warga penerima, sehingga warga tidak menerima bansos. Keempat, timbulnya potensi gratifikasi atau penyuapan pemilihan penyedia tertentu untuk penyaluran bansos. Kelima, penyelewengan oleh oknum dalam penyaluran bansos.

Berapa jumlah laporan ke KPK terkait bansos?

Melalui aplikasi JAGA Bansos per 9 November 2020, KPK menerima total 1.650 keluhan dari masyarakat terkait penyaluran bansos. Keluhan yang paling banyak disampaikan adalah pelapor tidak menerima bantuan padahal sudah mendaftar, yaitu 730 laporan.

Selain itu, ada enam topik keluhan lainnya yang juga disampaikan pelapor, yaitu bantuan tidak dibagikan oleh aparat sebanyak 163 laporan. Selanjutnya, bantuan dana yang diterima jumlahnya kurang dari yang seharusnya berjumlah 115 laporan, daftar bantuan tidak ada atau penerima fiktif berjumlah 75 laporan, mendapatkan bantuan lebih dari satu berjumlah 18 laporan, bantuan yang diterima kualitasnya buruk 12 laporan, seharusnya tidak menerima bantuan, tetapi menerima bantuan enam laporan, dan beragam topik lainnya total 531 laporan.

Dari total 1.650 keluhan, sebanyak 559 laporan telah selesai ditindaklanjuti oleh pemda terkait, 139 laporan sedang dalam proses tindak lanjut, 647 laporan masih dalam proses verifikasi, dan 226 lainnya masih menunggu konfirmasi dan kelengkapan informasi dari pelapor. Selain itu, KPK juga mencatat terdapat 79 keluhan yang belum ditindaklanjuti pemda. n yolanda permata putri syahtanjung/S-2

Baca Juga: