Semua pihak diminta memberikan informasi jika mengetahui adanya tidak pidana korupsi dan pencucian uang yang dilakukan mantan Sekretaris MA Nurhadi.

JAKARTA - Komisi Pem- ANTARA/AJI STYAWAN berantasan Korupsi (KPK) mengantongi bukti yang mendukung untuk menjerat tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi (NH) dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun, penyidik akan fokus dulu pada penguatan pembuktian unsur pasal-pasal yang dipersangkakan yaitu kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA pada tahun 2011-2016.

"Bahwa tentu sangat memungkinkan untuk dikembangkan ke arah dugaan TPPU, sejauh dari hasil proses penyidikan saat ini ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkannya sebagai tersangka TPPU," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, di Jakarta, Minggu (7/6).

Saat dikonfirmasi mengenai keterlibatan pihak lain termasuk istri Nurhadi yakni Tin Zuraida atas dugaan perintangan penyidikan dalam kasus yang menjerat suaminya itu, Ali mengaku KPK akan mendalaminya lebih lanjut. Termasuk informasi yang diterima KPK.

Akan Dianalisa

Lebih jauh Ali mengatakan semua didalami, termasuk terkait kemungkinan penerapan Pasal 21 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). KPK akan menganalisa lebih dalam dahulu setiap keterangan para saksi yang nantinya dipanggil penyidik. Dalam kasus ini, Nurhadi ditetapkan sebagai tersangka bersama menantu Nurhadi (NH) yakni Rezky Herbiyono (RHE) dan pihak yang diduga sebagai pemberi yakni Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT), Hiendra Soenjoto (HSO). Nurhadi dan Rezky sempat buron, hingga akhirnya ditangkap di sebuah rumah mewah di Jakarta Selatan, Senin (1/6). Saat penangkapan keduanya, istri Nurhadi berada di lokasi dan turut diangkut ke gedung KPK. Sedangkan, Hiendra masih berstatus buron hingga saat ini. Banyak laporan yang masuk ke KPK mengenai kepemilikan sejumlah aset dan dugaan TPPU. Namun, sejauh ini, KPK belum melakukan penyitaan. Nurhadi dan menantunya diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan pengurusan perkara perdata PT MIT versus PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar 14 miliar rupiah, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar 33,1 miliar rupiah, dan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan kurang lebih 12, 9 miliar rupiah. Dengan begitu total akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar 46 miliar rupiah. Secara terpisah, pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad mengatakan tidak semua tindak pidana terdapat unsur TPPU. Namun, dapat dijerat jika terdapat unsur TPPU dalam kasus tersebut.

"Artinya tidak harus dengan TPPU, karena kalau begitu nanti dicari-cari bukti TPPUnya. Yang terpenting ada alat buktinya dan dapat diungkap dalam fakta persidangan. Kalau memang ada perbuatan TPPU dan dapat diminta pertanggungjawaban maka dapat dikenakan TPPU," kata Suparji.

Pernyataan ini, menanggapi peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter yang menyebut sudah sepatutnya dikenakan UU TPPU untuk setiap dugaan tindak pidana korupsi untuk memaksimalkan perampasan aset atau pengembalian kerugian keuangan negara.

ola/N-3

Baca Juga: