SEOUL - Korea Utara menggunakan peringatan gencatan senjata yang menghentikan pertempuran di Semenanjung Korea dengan mewanti-wanti bakal terjadinya Perang Korea kedua, sembari menyalahkan Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) karena telah mengobarkan permusuhan.
"Latihan militer gabungan antara AS dan Korsel, akan memperburuk situasi di Semenanjung Korea," demikian pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Korut, seraya menyebut bahwa latihan gabungan AS-Korsel itu tak ubahnya "gerombolan tentara" yang menginginkan kesengsaraan perang.
Pernyataan kementerian itu mengacu pada latihan militer bersama AS dan Korsel bulan ini yang melibatkan helikopter tempur Apache AH-64E dan jet tempur siluman canggih F-35A.
Korut selama beberapa dekade telah menyebut bahwa latihan militer bersama itu sebagai awal invasi dan mengatakan dalam pernyataan bahwa latihan saat ini mungkin akan meluas hingga memicu terjadinya Perang Korea kedua.
Pernyataan itu dilontarkan bertepatan dengan penandatanganan perjanjian gencatan senjata antara pasukan PBB pimpinan AS, Korut dan Tiongkok pada 27 Juli yang mengakibatkan diletakkannya senjata pada Perang Korea 1950-1953.
Meskipun berakhir dengan gencatan senjata, Korut merayakan hari itu dengan mengklaim telah mengalahkan AS dalam perang selama tiga tahun dan menyatakannya sebagai hari kemenangan dalam perang pembebasan Tanah Air.
Perkuat Senjata
Sementara itu AS selama bertahun-tahun telah mengindikasikan jika Korut menginginkan perjanjian damai formal dan hubungan diplomatik, maka Pyongyang harus menghentikan program senjata nuklirnya.
Korsel dan AS sebelumnya juga telah memperingatkan bahwa Korut tampaknya akan segera menguji senjata nuklir untuk pertama kalinya sejak 2017 dan jika terlaksana, maka uji senjata nuklir itu akan jadi uji coba ketujuh secara keseluruhan.
Seperti telah diketahui, setiap peringatan hari penting di Korut, Pyongyang selalu menandainya dengan meluncurkan misil atau uji coba ledakan nuklir.
Setiap unjuk kekuatan senjata di gudang senjata Korut akan berfungsi sebagai pengingat akan masalah keamanan mendesak yang ditimbulkan oleh Pyongyang yang semakin memanas ketika pemerintahan AS pimpinan Presiden Joe Biden kian fokus pada masalah invasi Russia ke Ukraina.
Tekanan AS untuk mengisolasi Russia selama perang, ditambah dengan meningkatnya permusuhan terhadap Tiongkok, telah memungkinkan Korut untuk memperkuat senjata penangkal nuklirnya tanpa takut menghadapi lebih banyak sanksi di Dewan Keamanan PBB. ST/Bloomberg/I-1