Menlu Korut mengecam pembentukan tim pemantau sanksi baru yang dipimpin AS dan menyebut bahwa tim itu telah melanggar hukum, tidak sah, serta merupakan pengingkaran terhadap Piagam PBB.

SEOUL - Diplomat utama Korea Utara (Korut) pada Minggu (20/10) mengkritik tim pemantau sanksi baru yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) dengan menyebut tim itu telah melanggar hukum dan tidak sah, serta memperingatkan negara-negara yang terlibat dalam anggota tim tersebut akan menghadapi balasan.

Tim yang beranggotakan 11 orang itu ditunjuk awal bulan ini setelah Russia pada Maret lalu memveto pembaruan pembentukan panel ahli PBB yang memantau sanksi internasional terhadap Korut, yang dijatuhkan karena program nuklir dan senjata terlarangnya.

Sejak veto Russia, Korea Selatan (Korsel) dan sekutunya telah berupaya menerapkan metode yang berbeda untuk memantau sanksi, yang mengarah pada pembentukan kelompok baru yang mencakup AS dan Jepang.

"Mekanisme pemantauan semacam itu sangat melanggar hukum dan tidak sah," kata Menteri Luar Negeri Korut, Choe Son Hui, dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh kantor beritaKCNA, Minggu. "Keberadaannya sendiri merupakan pengingkaran terhadap Piagam PBB," imbuh dia.

Kecaman menlu Choe itu dilontarkan menyusul adanya laporan dari badan mata-mata Korsel yang menyebutkan Korut telah mengirim pasukan berskala besar untuk mendukung perang Moskwa di Ukraina, dengan 1.500 pasukan khusus sudah berlatih di Russia. Seoul sebelumnya juga mengklaim bahwa Pyongyang telah mengirimkan senjata ke Moskwa untuk digunakan melawan Kyiv.

Menlu Choe tidak menanggapi dugaan adanya pengerahan tentara Korut tersebut dalam pernyataan pada Minggu, sementara Pyongyang sebelumnya telah membantah adanya perdagangan senjata yang melanggar sanksi dengan Russia.

Sisa-sisa "Drone"

Sementara itu pada Sabtu (19/10), Korut mengklaim telah menemukan sisa-sisa setidaknya satudronemiliter Korsel yang jatuh di Ibu Kota Pyongyang, dan merilis gambardroneitu yang oleh beberapa analis dikonfirmasi sebagai milik Korsel.

Korut baru-baru ini menuduh Seoul telah menggunakandroneuntuk menjatuhkan selebaran propaganda antirezim di ibu kota.

Juru bicara Kementerian Pertahanan Korut mengatakan otoritas keamanan telah menemukan sisa-sisadroneyang jatuh selama pencarian di Pyongyang pada 13 Oktober, laporKCNA.

"Investigasi Korut membuktikan bahwadroneitu berasal dari Korsel," kata juru bicara yang tidak disebutkan namanya.

Militer Korsel awalnya membantah mengirim pesawat tak berawak, tetapi kemudian menolak berkomentar. "Tidak ada gunanya memverifikasi atau menanggapi klaim sepihak Korut," kata militer Korsel dalam pernyataan singkat pada Sabtu (19/10).

Korut sebelumnya telah memperingatkan akan menganggap pengirimandroneitu sebagai deklarasi perang apalagi jika pesawat tak berawak lainnya terdeteksi.

Pejabat Korut mengklaimdroneitu adalah jenis yang sama dengan pesawat tak berawak yang diperlihatkan pada parade militer Korsel pada 1 Oktober tahun lalu.

KCNAmerilis beberapa gambar yang diklaimnya sebagai pesawat tanpa awak yang ditemukan, termasuk satu gambar yang menunjukkandroneitu tersangkut di pohon dan gambar lainnya menampilkan warga Korut yang tampaknya adalah pejabat.

Hong Min, analis senior di Institut Korea untuk Penyatuan Nasional, mengatakan bahwa berdasarkan gambar yang dirilis oleh Korut,droneitu jelas merupakan pesawat tanpa awak pengintai jarak jauh kecil yang digunakan oleh militer Korsel.

Yang Moo-jin, presiden Universitas Studi Korut di Seoul, mengatakan jika tuduhan Korut benar, itu bisa berarti Korsel telah melakukan pengintaian di Korut dengandronemiliter.

Pyongyang sendiri pada 2022 lalu telah mengirim sejumlahdroneke selatan, dan pengiriman itu telah membuat militer Korsel untuk melepaskan tembakan peringatan dan mengerahkan jet tempur.AFP/I-1

Baca Juga: