Masalah korupsi dan birokrasi menjadi pekerjaan rumah utama bagi pemerintah untuk meningkatkan daya saing nasional di internasional.

JAKARTA - Pemerintah diminta serius menuntaskan permasalahan korupsi dan birokrasi jika ingin mendorong peningkatan daya saing nasional di kancah internasional. Sebab, kedua permasalahan tersebut selama ini acap kali dikeluhkan banyak pihak.

Belum lama ini, Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) dalam Laporan Global Competitiveness Index (GCI), mengumumkan peringkat daya saing Indonesia 2017 naik lima peringkat dibandingkan tahun sebelumnya menjadi di posisi ke-36. Namun, WEF mencatat korupsi masih menjadi kendala terbesar dalam menciptakan iklim kemudahan berusaha di Indonesia.

Tak hanya itu, kendala lainnya yang mengganggu penciptaan iklim kemudahan berusaha di Indonesia adalah ketidakefisienan birokrasi, akses ke pembiayaan, serta masih rendahnya ketersediaan infrastruktur. "Indonesia berhasil memperbaiki kinerja beberapa aspek yang menjadi dasar penilaian," tulis WEF dikutip dari laman resminya, kemarin.

Meski meloncat lima peringkat, daya saing Indonesia dinilai cenderung stagnan selama tiga tahun terakhir. Untuk itu, pemerintah memiliki empat pekerjaan rumah serius dalam upaya meningkatkan daya saing nasional di tingkat global.

"Ada empat PR serius pemerintahan Presiden Jokowi (Joko Widodo) yang harus dituntaskan di periode 2014-2019 mendatang," ujar Peneliti Wiratama Institute, Muhammad Syarif Hidayatullah, dalam siaran persnya yang diterima Koran Jakarta, Kamis (28/9), merespons laporan WEF.

Syarif menyebutkan keempat pekerjaan rumah serius yang harus dituntaskan pemerintah. Pertama, masalah korupsi dan birokrasi menjadi dua hal utama yang selalu dikeluhkan oleh banyak pihak. "Sehingga hal itu menjadi pekerjaan rumah utama pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK)," tegasnya.

Intervensi Pemerintah

Kedua, lanjut Syarif, berdasarkan parameter GCI isu kesehatan dan pendidikan dasar (health and primary education) dan efisiensi pasar tenaga kerja (labour market efficiency) juga menjadi dua hal yang melemahkan daya saing. Ketiga, isu fleksibilitas upah dan partisipasi perempuan juga menjadi hal utama.

Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan sudah mengalami stagnansi selama beberapa tahun terakhir. "Pemerintah perlu melakukan intervensi, seperti memperketat pengawasan untuk menghindari diskriminasi gender di dunia kerja, mendorong perusahaan memiliki ruang laktasi, subsidi untuk penitipan anak, pelatihan khusus untuk pekerja perempuan," tuturnya.

Keempat, hal yang menarik adalah stagnanasi peringkat infrastruktur Indonesia. Dibandingkan 2016, ada peningkatan terjadi hingga 8 peringkat. Namun, apabila dibandingkan pada 2014 yang berada di peringkat 56, maka cenderung stagnan. Dia melanjutkan, selama ini, pemerintah selalu menyebutkan kenaikan alokasi yang begitu besar. Namun, faktanya, realisasi di lapangan sering jauh dari target.

mad/E-10

Baca Juga: