Presiden Korsel, Moon Jae-in, menyikapi tawaran Korut soal perundingan denuklirisasi dengan amat hati-hati, dengan alasan bahwa tawaran itu masih terlalu dini untuk disikapi secara optimistis.
SEOUL - Presiden Korea Selatan (Korsel), Moon Jae-in, menyatakan sikap kehati-hatian atas tawaran Korea Utara (Korut) untuk berdialog soal denuklirisasi. Pada ketua utusan Korsel yang berkunjung ke Pyongyang pada Senin (5/3) lalu, Korut menyatakan kesediaan membahas denuklirisasi saat digelar pertemuan antar-Korea maupun dengan Amerika Serikat (AS).
"Saat ini kita baru mencapai permulaan dan hal ini masih terlalu dini untuk disikapi secara optimistis," kata Presiden Moon dihadapan ketua partai-partai. "Perundingan antar-Korea tak cukup hanya dengan mencapai perdamaian," imbuh Presiden Korsel itu.
Sementara itu Presiden AS, Donald Trump, merespons tawaran dialog denuklirisasi dengan menyambut baik sikap Pyongyang itu sebagai sebuah terobosan yang tulus dan positif.
Jika tak ada aral melintang, Presiden Moon akan berdialog langsung dengan pemimpin Korut, Kim Jong-un, di Desa Panmunjom di Zona Demiliterisasi pengujung April mendatang. Dalam janjinya, Kim Jong-un sepakat untuk menghentikan provokasi uji coba misil dan nuklir selama proses menuju perundingan.
Sementara itu atas rencana pertemuan antar-Korea pada April, Kementerian Luar Negeri Tiongkok, menyambut baik hasil yang positif dalam pertemuan di Pyongyang pada awal pekan ini. Mereka menyerukan agar dua belah pihak merangkul peluang yang ada demi tercapainya denuklirisasi di Semenanjung Korea.
"Kami menyambut secara positif hasil interaksi antar dua negara tersebut," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Geng Shuang.
Tak hanya itu, agar tak mengacau situasi yang telah positif ini, Beijing pun lalu menyerukan agar Washington DC, Tokyo, dan Seoul, mau menunda latihan militer gabungan di kawasan Semenanjung Korea yang akan dibalas Korut dengan menghentikan provokasi misil dan nuklir.
Hal yang berbeda ditunjukkan Jepang. Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshihide Suga, menyatakan tak akan ada perubahan kebijakan dari Tokyo terkait pemberian tekanan secara maksimal terhadap Korut terkait program misil dan senjata nuklirnya. Menurut Suga, perundingan terdahulu selalu gagal menghasilkan denuklirisasi. Sebelumnya Menteri Pertahan Jepang, Itsunori Onodera, mengatakan bahwa hingga saat ini Tokyo masih bertanya-tanya atas maksud Korut untuk melakukan perundingan tingkat tinggi bagi membahas denuklirisasi.
Pendapat Analis
Menyikapi akan dilaksanakannya perundingan antar-Korea, sejumlah analis pun meragukan itikad Korut untuk meninggalkan program persenjataan nuklirnya karena pastinya akan ada imbalan yang cukup berharga.
"Korut saat ini lebih terbuka karena paksaan akibat tekanan dari AS yang terlalu besar," kata analis dari Asan Institute of Policy Studies, Go Myong-Hyun.
Keraguan juga diungkapkan oleh Wakil Presiden Korea Economic Institute of America, Mark Tokola, yang menyatakan bahwa Pyongyang hingga detik ini belum melakukan konfirmasi apa yang diinginkan dari Seoul, karena tuntutan mereka masih tak jelas dan kemungkinan akan ada motif-motif terselubung.
"Yang pasti mereka akan menerima pernyataan dari AS bahwa Washington DC tak akan menyerang Korut serta meminta pasukan AS hengkang dari Semenanjung Korea serta latihan militer gabungan dihilangkan," pungkas Tokola.
AFP/I-1