Korsel menuntut penarikan segera pasukan Korut dari Russia setelah badan mata-mata Seoul melaporkan sekitar 1.500 tentara Korut saat ini berada di Russia.

SEOUL - Korea Selatan (Korsel) pada Senin (21/10) memanggil Duta Besar Russia untuk mengecam keputusan Pyongyang mengirim ribuan tentara untuk mendukung perang Moskwa di Ukraina, kata Kementerian Luar Negeri Korsel, yang juga menyerukan penarikan segera mereka.

Sekitar 1.500 prajurit pasukan khusus Korut saat ini dilaporkan berada di Russia untuk beraklimatisasi dan kemungkinan akan segera menuju garis depan, kata badan mata-mata Korsel pada Jumat (18/10), dengan pasukan tambahan akan segera diberangkatkan, yang merupakan penempatan pertama tentara Pyongyang di luar negeri.

Korsel telah lama mengklaim bahwa Korut yang memiliki senjata nuklir, memasok senjata kepada Russia untuk digunakan di Ukraina, dan Seoul menyatakan kekhawatirannya atas pengerahan pasukan, yang dilakukan setelah pemimpin Kim Jong-un dan Presiden Russia, Vladimir Putin, meneken kesepakatan militer pada Juni lalu.

"Seoul menyatakan kekhawatiran mendalam mengenai pengiriman pasukan Korut baru-baru ini ke Russia dan mendesak penarikan segera pasukan Korut," ucap Wakil Menteri Luar Negeri Korsel, Kim Hong-kyun, mengatakan kepada Dubes Russia, Georgiy Zinoviev.

"Tindakan tersebut menimbulkan ancaman keamanan yang signifikan tidak hanya bagi Korsel, tetapi juga bagi komunitas internasional," tegas Wamenlu Kim Hong-kyun.

Sebelumnya badan mata-mata Seoul (NIS) merilis gambar satelit terperinci yang menunjukkan gelombang pertama 1.500 pasukan khusus Korut dari pasukan elit "Storm Corps" telah tiba di Vladivostok dengan kapal militer Russia.

"Antara 8 dan 13 Oktober, Korut mengangkut pasukan khususnya ke Russia melalui kapal angkut Angkatan Laut Russia, yang mengkonfirmasi dimulainya partisipasi militer Korut dalam perang Moskwa di Ukraina," lapor NIS.

"Pasukan khusus yang sekarang ditempatkan di pangkalan Russia di Timur Jauh, diharapkan akan dikerahkan ke garis depan (konflik Ukraina) segera setelah mereka menyelesaikan pelatihan aklimatisasi," imbuh badan intelijen Korsel itu.

NIS juga mengatakan bahwa pada Jumat (18/10) lalu bahwa Korut telah menyediakan lebih dari 13.000 kontainer berisi peluru artileri, misil, roket anti-tank, dan senjata mematikan lainnya kepada Russia sejak Agustus lalu.

Harapkan Imbalan

Baik Korut maupun Russia saat ini tengah dikenai serangkaian sanksi PBB dengan Kim Jong-un diberi sanksi atas program senjatanya, dan Moskwa atas perang di Ukraina.

"Kerja sama militer kedua negara telah melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB," ucap Kim Hong-kyun.

Sementara itu pihak Kedubes Russia menyatakan bahwa Dubes Zinovyev menekankan kerja sama antara Russia dan Korut tidak ditujukan terhadap kepentingan keamanan Korsel.

Sedangkan NATO, yang belum mengkonfirmasi pengerahan pasukan Korut, mengatakan bahwa hal itu akan menandai eskalasi signifikan dalam konflik tersebut, kata kepala pakta pertahanan, Mark Rutte, di media sosial X pada Senin.

"Protes Korsel terhadap Russia tidak akan mengubah apapun terkait kerja sama militer Moskwa dengan Korut," kata Cheong Seong-chang, direktur strategi Semenanjung Korea di Institut Sejong.

"Sebagai imbalan atas pengiriman tentara untuk membantu Russia di Ukraina, Kim Jong-un bermaksud memperoleh teknologi militer, mulai dari satelit pengintai hingga kapal selam," imbuh dia.

Pyongyang dan Moskwa telah menjadi sekutu sejak berdirinya Korut setelah Perang Dunia II, dan semakin dekat sejak invasi Russia ke Ukraina pada tahun 2022.

Pekan lalu, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mengemukakan laporan intelijen yang mengatakan Korut sedang melatih 10.000 tentara untuk mendukung Russia dalam pertempurannya melawan Kyiv, dan mengatakan Moskwa amat mengandalkan Korut untuk mengganti kerugian perangnya yang besar. AFP/I-1

Baca Juga: