NEW YORK CITY - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis (9/2) sedang mempersiapkan untuk mengirim konvoi bantuan pertama ke Suriah, sejak gempa kuat melanda wilayah itu tiga hari lalu, menewaskan lebih dari 17 ribu orang dan menyebabkan jutaan orang kehilangan tempat tinggal di seluruh Suriah dan negara Turki.
Dikutip dari The New York Times, konvoi tiba di perbatasan pada Kamis. Tetapi bahkan jika itu berhasil, masalah jumlah truk yang kurang, jalan yang tertutup, dan kendala logistik lainnya akan menghambat upaya lebih dari 100.000 personel penyelamat yang sudah bekerja di Turki, setara dengan populasi kota kecil di AS. Mereka mencoba menggali korban, menguburkan yang mati dan memberikan bantuan kepada korban yang putus asa.
Suhu di bawah titik beku dan kekurangan logistik yang meluas dari dua utilitas penting, pemanas dan listrik, tidak akan membuat pekerjaan mereka menjadi lebih mudah.
Di Turki, banyak orang yang selamat masih bertahan tanpa pemanas dan listrik di sepanjang 200 mil medan pegunungan. Di sebuah jalan di provinsi Hatay yang terpukul parah pada Rabu, dengan tiang-tiang listrik yang rubuh. Di kota Antakya yang hancur, orang-orang dengan jaket musim dingin berkerumun di sekitar kabel listrik untuk mengisi daya ponsel mereka.
Di seberang perbatasan barat laut Suriah, di mana jutaan orang terlantar akibat perang saudara negara itu, mengalami musim dingin yang brutal tanpa pemanas ketika gempa melanda, pemadaman listrik menciptakan kekurangan bahan bakar di rumah sakit.
Menurut PBB, hujan salju semakin menghambat upaya penyelamatan di sana, dan suhu diperkirakan akan turun di bawah titik beku pada Kamis setelah naik pada siang hari.
"Cuaca yang keras kemungkinan akan menambah tantangan bagi para penyintas dan petugas penyelamat di seluruh zona gempa," kata Steve Glassey, pakar pencarian dan penyelamatan perkotaan dari Selandia Baru yang tinggal di Abu Dhabi.
"Ketika air yang membeku mengembang dan salju membuat puing-puing yang runtuh menjadi lebih berat, hal itu meningkatkan risiko keruntuhan struktural lebih lanjut," ungkapnya.
Sedangkan setiap rumah sakit yang tersisa di wilayah tersebut kemungkinan akan bergantung pada generator, dan logistik untuk memasok bahan bakar ke situ akan rumit.
"Dan sementara lembaga bantuan dapat menggunakan telepon satelit untuk membantu komunikasi, teknologi ini selalu kekurangan pasokan selama bencana," katanya.
Perkembangan penting lain
Presiden Recep Tayyip Erdogan dari Turki, politisi terpenting negara itu selama 20 tahun, melakukan kunjungan pertamanya ke zona bencana pada Rabu. Kritik yang meningkat terhadap tanggap bencana pemerintah dapat mempersulit upayanya untuk terpilih kembali pada bulan Mei.
Sementara itu, para anggota keluarga yang berduka di sisi perbatasan Suriah menunggu dalam cuaca yang sangat dingin untuk menerima jenazah kerabat yang telah meninggal di Turki, sesuai dengan kebiasaan Islam yang mewajibkan umat Islam untuk dimakamkan dalam waktu 24 jam.
Suriah mengajukan permintaan resmi bantuan kepada Uni Eropa, tetapi sejauh ini hanya sedikit bantuan yang datang, dan perang saudara di negara itu mempersulit upaya untuk pengiriman.
Api di Pelabuhan Iskenderun di Turki selatan padam setelah terbakar selama dua hari, kata pemerintah. Tapi kerusakan parah di sana bisa menghambat pengiriman bantuan.
Utusan khusus PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, menyambut baik jaminan dari Amerika Serikat dan Uni Eropa bahwa sanksi terhadap pemerintah Presiden Bashar al-Assad di Suriah tidak akan menghalangi pengiriman bantuan untuk korban gempa.
"Kami sangat membutuhkannya melalui jalur tercepat, paling langsung dan paling efektif," kata Pedersen tentang bantuan tersebut, menekankan kebutuhan untuk menempatkan kebutuhan para korban di atas politik. "Mereka membutuhkan lebih dari segalanya," tuturnya.