Upaya memerangi kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tidak bisa hanya dilakukan oleh Kemendikbudristek saja, tetapi butuh juga keterlibatan para pemangku kepentingan terkait di lapangan.

JAKARTA - Kepala Pusat Penguatan Karakter, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Rusprita Putri Utami, mengatakan saat ini para korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan berani melapor. Hal ini karena adanya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

"Ini cukup efektif dalam mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual di perguruan tinggi. Para korban kekerasan seksual berani berbicara dan melaporkan tindakan kekerasan yang mereka alami," ujar Ruspria, di Jakarta, Kamis (19/1).

Dia mengatakan, atas laporan tersebut beberapa pelaku yang terbukti bersalah telah mendapatkan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. Pihaknya berkomitmen kuat untuk menghapuskan kekerasan seksual tersebut.

"Hal ini penting mengingat dampak negatif kekerasan seksual dapat bersifat jangka panjang dan memengaruhi proses belajar serta aktualisasi diri dari peserta didik," jelasnya.

Rusprita mengungkapkan, pada tahun 2020, terdapat 88 persen kasus kekerasan seksual yang diadukan ke Komisi Nasional (Komnas) Perempuan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan. Berdasarkan laporan yang diadukan ke Komnas Perempuan tahun 2015 hingga 2020, 27 persen kasus kekerasan seksual terjadi pada jenjang perguruan tinggi.

Dia menekankan bahwa upaya memerangi kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tidak bisa hanya dilakukan oleh Kemendikbudristek saja, tetapi butuh juga keterlibatan para pemangku kepentingan terkait di lapangan.

"Kekerasan seksual merupakan kekerasan yang paling berdampak bagi korban tetapi paling sulit dibuktikan, sehingga tidak dapat dipandang sebelah mata," katanya.

Rusprita menerangkan, pihaknya juga telah mengembangkan modul pembelajaran Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) sebagai upaya peningkatan kapasitas mengenai kekerasan seksual, khususnya di lingkungan perguruan tinggi. Modul tersebut dapat diakses melalui learning management system (LMS) perguruan tinggi oleh mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan.

Baca Juga: