Media nasional Koran Jakarta bersama Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI), Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI menggelar Talkshow VokasiFest Bertema "Karir dalam Mindset Gen Z: Masihkah Relevan?"
Talkshow VokasiFest Bertema "Karir dalam Mindset Gen Z: Masihkah Relevan?" digelar pada 17 Juli 2024 di Société, Sarinah Thamrin. Talkshow tersebut digelar sebagai rangkaian acara puncak VokasiFest 2024 yang akan digelar pada 20 Juli 2024 di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Generasi Z memiliki karakteristik unik dalam memandang karier dan pekerjaan. Mereka dikenal memiliki karakteristik unik yang berbeda dari generasi sebelumnya, terutama dalam hal motivasi dan tujuan bekerja. Banyak dari mereka bekerja bukan hanya untuk mencari uang, tetapi juga untuk mengisi waktu luang dan mengejar kebahagiaan pribadi. Konsep work-life balance sangat penting bagi mereka, di mana keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional dianggap sebagai prioritas utama.
Perubahan budaya dan mindset kerja Generasi Z ini memberikan tantangan dan peluang baru bagi perusahaan, institusi pendidikan, dan para pencari kerja. Memahami bagaimana Generasi Z memandang karier dan pekerjaan akan membantu berbagai pihak dalam merancang strategi yang lebih efektif untuk menarik, mengelola, dan mempertahankan talenta dari generasi ini.
Caption
Oleh karena itu, melalui acara Vokasifest ini mendalami lebih jauh cara pikir dan cara pandang Generasi Z terhadap karier dan pekerjaan serta implikasinya bagi dunia kerja saat ini.
VokasiFest kali ini menjadi panggung bagi berbagai pemikir, praktisi, dan pakar untuk berbagi pandangan mereka tentang bagaimana generasi Z dapat mempersiapkan diri dan mengambil peluang dalam dunia kerja yang terus berubah. Talkshow ini juga diikuti 30 siswa/siswi SMK.
Talkshow VokasiFest dibuka oleh Rifan Sevila yakni seorang Communication & Business Development Practitioner yang menjadi MC. Kemudian talkshow lanjut dibawakan oleh seorang Entrepreneur sekaligus Public Figure Tanah Air yaitu Handika Pratama yang menjadi moderator sekaligus narasumber.
Dalam membantu kita memahami topik ini lebih dalam, Vokasifest diisi oleh narasumber yang luar biasa dan sangat berpengalaman di bidang karir ini. Agar sejalan dengan konteks, narasumber yang dihadirkan Vokasifest dalam talkshow ini juga ada seorang Gen Z dan seseorang yang berkaitan langsung dengan Generasi Z.
Narasumber yang pertama yaitu seorang influencer Gen Z yang juga dikenal sebagai penulis buku, entrepreneur, public speaker, dan news anchor luar biasa, Meisya Sallwa.
Kedua, seorang peneliti dan sejarawan di Monash University, Luthfi Adam. Dia saat ini menjabat sebagai research fellow di Institute of Advanced Research di Monash Indonesia. Beliau juga merupakan fellow di Garden and Landscape Studies di Dumbarton Oaks, Harvard University, untuk tahun akademik 2022-2023.
Narasumber yang berikutnya adalah seorang psikolog berpengalaman yang juga merupakan pendiri Aditi Psychological Center, seorang public speaker, dan konten kreator di bidang psikologi dan kesehatan mental, Indah Sundari!. Sejak tahun 2018, Indah Sundari telah memberikan kontribusi besar melalui seminar, webinar, dan talkshow di industri pendidikan dan hiburan.
Dalam sambutannya, Handika melihat Gen Z adalah salah satu generasi yang memiliki karakteristik agak unik. Sebagian dari Gen Z memandang dunia pekerjaan itu bukan serta merta sekadar mencari uang atau mencari karir, sebagian dari Gen Z menganggap dunia pekerjaan itu adalah dunia untuk mengisi waktu kosong atau sekadar mau mendapatkan kesenangan secara pribadi.
"Contohnya, Gen Z tuh mau bekerja di bidang yang mereka sukai, padahal in real life banyak sektor-sektor pekerjaan yang mau tidak mau harus dikerjakan, karena kita adalah seorang profesional pekerjaan," kata Handika.
"Jadi, intinya semua itu harus dari proses, bangun rumah pun dimulai dari pondasinya, semakin hebat pondasinya maka semakin hebat bangunannya. Motivasi itu sangat perlu, tapi jangan ter-preasure dengan lingkungan, lihat potensi diri kita ada di mana," tambahnya.
Sementara itu, Meisya Sallwa menjelaskan bahwa sebagai Gen Z harus berpikir bukan hanya kritis tapi realistis. Ia bercerita, sebelum di titik sekarang, dirinya dulu sekolah di bangku SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) di mana anak-anak SMK itu ditempa, dibentuk untuk menjadi SDM yang siap bekerja.
"Nah, di sinilah letak realistisnya, setelah kita keluar dari dunia sekolah, kita jadi hilang arah karena yang biasanya kita dibimbing disuapin, kita harus mendisiplinkan diri dan membangun diri kita sendiri. Di sinilah letak transformasi Gen Z dari remaja ke remaja dewasa, setelah itu baru dewasa matang," ucapnya.
"Jadi memang Gen Z dengan segala mimpi, kreativitas, fleksibilitas, ingin kerja sesuai passion, ingin kerja yang enak. Siapa sih yang nggak mau kerjanya enak? Masalahnya adalah sekarang karena sudah terlalu tercuci otaknya atau brainwash melihat sosmed serba instan, kemudian jadi punya preasure dan ingin proses yang cepat juga. Nah, di situlah tantangan Gen Z untuk bisa memaknai proses. Karena sebenarnya, kesuksesan, pencapaian itu akal-akalan orang di sosial media saja buat mencapai sebuah kesuksesan. Jadi sebenarnya sukses itu tidak ada batasan waktu."
Sementara itu, Luthfi Adam menjelaskan, dari dulu sampai sekarang, teknologi selalu menjadi kata kunci ketika kita membicarakan sebuah bangsa maju atau tidak. Negara manapun yang sekarang yang disebut dengan negara maju adalah negara-negara yang secara teknologi itu 'advance'. Dan tingkat kemajuan atau 'advance' dalam penguasaan teknologi jadi faktor utama untuk kemakmuran dan kemajuan dari suatu bangsa dan negara.
"Saya merupakan generasi Milenial. Kita bandingkan dengan Gen Z secara teknologi. Apa satu hal yang paling berbeda misalnya? Handphone? Ketika saya kecil, tidak ada handphone. Bahkan pager pun juga belum ada. Saya lahir tahun '84, saat itu masih telepon rumah. Untuk mendapatkan sebuah informasi (saat itu), harus membeli koran, majalah, nonton televisi. Semua informasi itu, harus kita cari. Dulu teknologi kita, belum ada handphone, kita belum memegang informasi. Bandingkan dengan sekarang. Sekarang, temen-temen disini bisa mengetahui apa yang terjadi dimanapun," imbuhnya.
Luthfi menegaskan, dulu teknologi belum semaju sekarang. Sekarang, teknologi yang temen-temen rasakan, sudah sangat maju. Sejak temen-temen lahir, langsung bisa mengenal teknologi, terutama teknologi informasi. Nah, Gen Z adalah digital native, lahir langsung mengenal teknologi. Perbedaannya itu.
"Jadi, kelebihan utama dari teman-teman Gen Z adalah teman-teman sudah langsung berkenalan dengan teknologi sejak masih sangat kecil. Nah, ini riset yang Mitras Dudi lakukan saat ini. Kita sedang mengecek the future of works di perusahaan-perusahaan."
"Kita nge-tes makro tren, apa sih yang menyebabkan perusahaan-perusahaan tersebut merubah dan mentransformasi sistem bisnis mereka di dalam. Jawaban yang pertama adalah perubahan akses digital. Kedua, peningkatan adopsi teknologi dan teknologi canggih. Ketiga, kebijakan publik dalam pemanfaatan data dan teknologi. Dan kemudian berikutnya adalah Gen Z, teknologi Gen Z, itu yang paling berpengaruh," ujar Luthfi.
Di sisi lain, Indah Sundari menuturkan bahwa yang dirasakan Gen Z menjadi salah satu fenomena yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya.
"Apa yang dirasakan oleh Gen Z ya? Nah jadi sebenarnya ini menjadi salah satu fenomena, Kak. Ketika Gen Z ditanya ingin menjadi apa, rata-rata mereka menjawab ingin menjadi content creator, vlogger, YouTuber, YouTuber gaming, misalnya. Mungkin kalau generasi kita dulu ketika ditanya ingin menjadi apa, generasi kita menjawab ingin menjadi dokter, pilot, presiden, polisi, dan guru. Kalau sekarang, aku setuju dengan apa yang Kak Luthfi bilang, setiap generasi itu punya karakteristiknya masing-masing, dan yang menjadi kata kunci atau silver liningnya adalah teknologi," tuturnya.
Menurut Indah, Gen Z adalah generasi yang sangat terpapar oleh teknologi. Jadi, kata dia, poin plus dari Gen Z adalah kalian ini sebenarnya jiwa-jiwa kreatif karena lahir dengan teknologi yang sudah berkembang, informasi yang bisa cepat diserap kapanpun, dimanapun, dan sebanyak-banyaknya, sehinhga otomatis wawasan kalian juga idealnya lebih luas daripada generasi-generasi sebelumnya.
"Tapi sayangnya, kalian hadir di era yang mana tuntutannya juga semakin besar. Jadi kalian belum sempat serap memproses informasi yang ada, namun sudah ada informasi-informasi yang berdatangan lagi. Jadi terkadang, belum komprehensif dipahami, namun sudah berganti-ganti informasinya. Itu kelemahannya disitu sebenarnya. Nah hal tersebutlah yang menjadi fenomena," katanya.
Caption
Acara ini turut dihadiri oleh perwakilan Koran Jakarta dan Mitras DUDI, Kemedikbudristek serta para peserta dan praktisi industri yang tertarik untuk memahami lebih dalam peran pendidikan vokasi dalam merespons tuntutan pasar kerja saat ini.