Kophi yang beranggotakan anak muda berusia 17 sampai 30 tahun tidak henti-hentinya melakukan edukasi tentang lingkungan.

Kesadaran menjaga lingkungan perlu digaungkan secara terus menerus. Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (Kophi) tak kenal lelah untuk menggemakan pentingnya menjaga lingkungan pada semua pihak. Hal tersebut dikemukakan, Andini, Ketua Kophi Pusat (Jakarta) saat memberikan edukasi tentang sanitasi pada anak-anak, usia 5 sampai 13 tahun pada 2016 dan 2017 lalu.

"Kalau anak kecil harus berkali- kali diingatkan," ujar Andini belum lama ini. Mereka baru menyadari pentingnya sanitasi setelah dijelaskan pada pertemuan ketiga dari total tiga pertemuan yang digelar.

Hal berbeda terjadi pada orang dewasa. Dalam sebuah pertemuan edukasi lingkungan, orang dewasa umumnya langsung menyadari pentingnya menjaga lingkungan. Namun kesadaran tidak lantas dibarengi dengan perilaku. "Orang dewasa dalam satu kali pertemuan sudah ada tingkatkesadaran yang bertambah, namun semua balik lagi ke masing-masing," ujar dia. Menjaga lingkungan tidak terkait dengan usia bahkan pendidikan.

Upaya tersebut merupakan kesadaran pribadi yang dilanjutkan dengan perilaku. Banyak masyarakat sadar menjaga kebersihan lingkungan namun banyak yang menyepelekan. Seperti makanan yang tidak dihabiskan bahkan yang tidak dimakan. Masalah sederhana tersebut dapat menjadi sampah jika dilakukan berulang kali, terlebih kalau kebanyakan orang melakukan perilaku tersebut. Sebagian kalangan masih beranggapan, makanan bisa dibeli lagi sehingga mereka lupa dengan efek yang akan ditimbulkan dari makanan yang terbuang. Untuk itu, Kophi terus menggaungkan pentingnya menjaga lingkungan.

Tak dipungkuri, rasa lelah kerap muncul disela-sela kegiatan. "Namun ketemu teman lagi menjadi happy malah menjadi ajang yang ditunggu-tunggu," ujar dia. Setiap tahun, Kophi selalu merumuskan bidang kerja yang akan dilakukan selama satu tahun. Secara garis besar, fokus kegiatan terkait masalah sampah. Namun, setiap Kophi yang berada di 17 daerah di Indonesia ini, memiliki konsentrasi kerja yang berbeda tergantung masalah di daerahnya daerahnya.

Seperti Kophi yang berada di wilayah Kalimantan Timur, setelah Pilkada di daerah tersebut, Kophi melakukan aksi cabut paku yang tertatanam di sejumlah pohon. Paku digunakan sebagai perekat gambar-gambar calon legislatif. Sementara, Kophi di daerah Yogyakarta membuat sekolah hijau untuk anak-anak.

Kophi yang berada di Jawa Timur membuat pendidikan Ecobrik. Sedangkan, Kophi di daerah Jawa Barat menangani masalah sampah yang terdapat di sungai-sungai. Kophi didirikan oleh pada 30 Oktober 2010 oleh tiga orang mahasiswa, yaitu Yudithia (Universitas Indonesia), Lidwina Marcella (London School of Public Relation), dan Agusman Pranata (President University). Saat itu, mereka bertemu dalam acara earth hour yang diadakan WWF.

Acara yang dihadari mahasiswa penggiat lingkungan memunculkan ide untuk membuat wadah anak muda yang tertarik pada lingkungan. Tujuannya, agar para penggiat lingkungan tidak berjalan sendirisendiri serta mendapatkan hasil yang maksimal. Sepanjang delapan tahun perjalanan, Kophi yang beranggotakan anak muda berusia 17 sampai 30 tahun tidak henti-hentinya melakukan edukasi tentang lingkungan.

Komunitas yang telah berbadan hukum sejak 2015 lalu mengaku tidak memiliki donatur untuk mendukung kegiatan. Semua biaya kegiatan dilakukan menggunakan uang kas, uang anggota bahkan hasil menjual sedotan stainless steel. Sampai saat ini, mereka mangaku belum puas atas upaya yang dilakukan. Dengan dukungan semua anggota, mereka saling bahu membahu untuk menjaga lingkungan. din/E-6

Mengubah Gaya Hidup untuk Mengurangi Sampah

Plastik merupakan sampah yang tengah naik daun. Pemerintah Bogor bahkan melarang penyediaan kantong plastik di sejumlah ritel modern dan pusat perbelanjaan. Sejumlah kalangan mulai mengurangi penggunaan plastik walaupun tidak semudah membalikkan telapak tangan. Siti Shara Dwita, 23, karyawan, mengaku mulai mengurangi penggunaan plastik untuk kebutuhan sehari-hari. Sejak bergabung dalam Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (Kophi), pada 2017, ia lebih sering membawa bekal minum melalui tumblr, wadah minuman.

"Setiap kegiatan, kita mengusahakan tidak menggunakan plastik, misal untuk minum kita membawa tumblr sendiri," ujar Siti. Perempuan yang biasa disapa Dwita ini mengaku tidak mudah untuk mengubah gaya hidup tidak menggunakan plastik dalam keseharian. Misalnya sedotan, Dwita mengaku masih sulit untuk tidak menggunakan sedotan plastik. "Kadang-kadang masih suka pakai," jelasnya. Meski tidak mudah, perubahan gaya hidup harus dimulai dari diri sendiri

. "Pasti sulit sih, apalagi banyak yang masih menggunakan. Tapi (mengubah kebiasaan) bisa dimulai dari diri sendiri," ujar Siti yang mengaku pernah diledekin teman-temannya karena kebiasaan barunya itu. Karena gerakan yang dimulai dari diri sendiri dapat menular ke orang lain. Masyarakat akan melihat pengurangan penggunaan plastik dalam kehidupan keseharian. Sehingga semakin lama, gerakan mengurangi plastik akan tersebar di seluruh masyarakat.

Shintya Wulandary, 22, mahasiswa, mulai menggunakan sedotan stainless steeluntuk mengurangi sampah plastik sejak beberapa waktu yang lalu. Upayanya untuk mengurangi sampah pernah diledekin dari teman-temannya. "Pernah sih dicengin (diledekin) gitu," ujar dia yang mengaku tidak malu membawa sedotan stainless steel. Dengan penjelasannya, teman-teman yang semula meledeknya mulai memahami kebiasaannya.

Malah, ada beberapa teman yang mengikuti kebiasaanya. Bergabung dalam kegiatan lingkungan membuat mahasiswa semester 5 Jurusan Hubungan Internasional di Universitas nasional semakin sadar bahaya sampah. Terlebih dalam kegiatan tersebut, ia selalu memberikan edukasi tentang bahaya sampah terhadap lingkungan. Hanya dengan kesadaran mengurangi sampah, sampah yang menumpuk di Tempat Pembuang Akhir dapat diminimalkan. din/E-6

Semangat Bersihkan Sampah di Kantin Kantor Balai Kota

Kophi Jakarta memfokuskan kegiatan pada masalah sampah makanan. Hal ini terkait banyaknya masalah sampah pangan yang terdapat di ibukota. Upaya penanganan sampah makanan menjadi prioritas yang diutamakan karena mengingat banyaknya sampah jenis tersebut di ibukota. Data Dinas Kebersihan Kota DKI pada 2015 menyebutkan dari 100 persen sampah ibu kota kebanyakan sampah makanan yaitu sebanyak 52 persen. "Dari situ, kami memfokuskan (sampah makanan), beberapa sampah organin plastik," ujar Andini.

Sampah organik merupakan sampah sisa makanan atau makanan yang belum di makan. Selain itu, sampah tersebuh merupakan sampah buah-buahan yang telah membusuk.

Andini mengatakan bahwa masyarakat yang tidak peduli dengan sisa makanan. Buat mereka, sisa makanan merupakan hal yang tidak terlalu masalah, hal tersebut terjadi pula pada masyarakat yang memiliki pendidikan tinggi. "Mereka mungkin beranggapan, ah nanti ada yang mengambil (tukang sampah)," ujar dia.

Atau saat di pusat perbelanjaan, mereka bisa membeli makanan yang disukai tanpa memperdulikan sampah makan. "Mungkin kurang bersyukur ya," ujar dia yang juga melakukan kegiatan membuat kompos. Beberapa waktu lalu, Kophi bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI untuk penangan sampah di kantin karyawan.

Kegiatan tersebut diharapkan dapat menggugah kesadaran untuk mengurangi sampah makanan. Kophi Jakarta telah melakukan edukasi penangan sampah makanan sejak 2018. Fokus kerja ini dirumuskan pada Kongres Nasional Kophi yang dihadiri 17 daerah. Pada 2019, mereka berencana untuk melanjutkan kegiatan serupa. "Karena belum ada rapat lagi," ujar wanita yang bekerja di perusahaan jasa itu pendek.

Andini tidak menampik bahwa kegiatan untuk menyadarkan masyarakat tentang menjaga lingkungan terutama sampah cukup menguras energi. Namun lantaran, ia melakukan bersama dengan teman-teman satu visi, kelalahan yang hinggap langsung sirna. Temanteman malah memompa semangatnya untuk terus mengajak menjaga lingkungan. din/E-6

Baca Juga: