Walau terjadi 400 tahun lalu, kontroversi tentang tragedi pembantaian Ambon pada Maret 1623 terus menggema, terutama hal ini terungkit kembali saat muncul sentimen anti-Belanda di Inggris .  

Kontroversi atas hukuman pada orang-orang yang belum tentu bersalah terus menggema hingga 400 tahun setelah peristiwa itu. Para sejarawan masih berdebat tentang apakah mereka bersalah dan hukuman yang terlalu berat bagi para korban.

Setelah beberapa dekade pemerintah Inggris, yang dipimpin oleh Oliver Cromwell, akhirnya berhasil menyatakan kekejaman setelah Perang Inggris-Belanda Pertama (1652-1654). Salah satunya memberi kompensasi besar dibayarkan kepada kerabat pedagang yang masih hidup yang telah dieksekusi di Ambon. Sayangnya hakim saat itu tidak bisa lagi dihukum, karena sudah lama meninggal.

Namun sengketa hukum formal tak segera berakhir dengan penyelesaian ini karena kasus tersebut selalu menjadi sorotan tajam begitu hubungan antara Inggris dan Belanda mendapat tekanan.

Pada 1673, lima puluh tahun setelah eksekusi itu, Towerson dan rekan senegaranya, John Dryden, menulis drama baru dengan judulAmboyna, or the Cruelties of the Dutch to the English Merchants: A Tragedyartinya Amboyna, atau Kekejaman Belanda terhadap Pedagang Inggris: Sebuah Tragedi.

Buku tersebut mengutuk kebrutalan Perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie/VOC). Dalam tulisan itu dia mencela Van Speult dan Belanda pada umumnya, mengutuk orang-orang baru yang vulgar di Republik Belanda karena berani menjerumuskan rakyat Inggris ke dalam kesengsaraan. Kasus pengadilan muncul kembali selama Perang Boer Kedua (1899-1902).

Untuk menjernihkan masalah yang terjadi, Adam Clulow pengarang bukuAmbon 1623, melakukan riset. Para penulis Inggris sebelumnya menulis tidak ada yang namanya konspirasi. Disisi lain, banyak sejarawan Belanda dengan suara bulat menyatakan bahwa ada semacam konspirasi yang menjadi dasar tindakan VOC.

Clulow berhati-hati dalam melihat perdebatan hampir empat abad tentang apakah ada konspirasi atau tidak karena sangat minimnya arsip yang selamat dari sebagian besar proses kolonial abad ketujuh belas.

Dengan bantuan dari Pusat Sejarah dan Media Baru di Universitas George Mason, Clulowmembuat situs web (www.amboyna.org) yang dirancang untuk membantu mahasiswa menelusuri detail gugatan.

"Kami membedah kasus rumit itu menjadi enam pertanyaan utama yang perlu dijawab untuk sampai pada putusan. Untuk setiap pertanyaan, situs web menyajikan argumen dari kedua kubu dan bukti terpenting," kata dia di lamanHistoriek.

Para mahasiswa ini membantu Clulow memikirkan kembali sejumlah besar bukti dengan menyampaikan tiga poin. Poin pertama, peristiwa itu melibatkan sejumlah kelompok yang sangat berbeda yaitu pedagang Inggris, tentara Jepang, pejuang dari Luhu, dan seorang pengawas budak, yang semuanya harus bekerja sama dan mengatur waktu tindakan mereka dengan tepat untuk merebut benteng.

Poin kedua beberapa pedagang Inggris di Kota Ambon merencanakan sesuatu, juga tampaknya tidak mungkin, tetapi di sisi lain juga tidak mungkin untuk dibantah sepenuhnya.

"Namun ketiga, dan yang terpenting, pengalaman saya di perguruan tinggi meyakinkan saya bahwa saya telah mengajukan pertanyaan yang salah. Debat "bersalah atau tidak bersalah" telah mendorong dirinya sendiri selama ini, itu adalah catatan yang berubah menjadi abu-abu oleh generasi penulis yang saling bertentangan," kata Clulow. hay/I-1

Baca Juga: