Pemberian diskon harga penjualan listrik swasta ke PLN sebagai langkah untuk menanggung bersama kelebihan kapasitas atau over supply listrik nasional.

JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bersama PT PLN didorong untuk merenegosiasi kontrak pembelian listrik dengan pembangkit listrik swasta, khususnya berbahan bakar fosil. Hal itu demi mengurangi beban keuangan PLN, mengingat salah satu biaya terbesar adalah pembelian listrik dari pembangkit swasta.

Pengamat Ekonomi, Salamudin Daeng, menuturkan, pada masa pemulihan ekonomi dari dampak Covid-19, seharusnya PLN didukung pemerintah merenegosiasi pembangkit listrik swasta, terutama pembangkit listrik fosil. Hal itu untuk memberikan diskon harga penjualan listrik ke PLN.

"Ini sebenarnya adalah langkah untuk menanggung bersama kelebihan kapasitas atau over supply listrik nasional," ujarnya di Jakarta, Kamis (2/6).

Menurut dia, kebijakan diskon harga oleh pembangkit listrik swasta mutlak diperlukan untuk menyelamatkan keuangan PLN yang sedang memburuk. Sebab, jika PLN bangkrut, Independent Power Producer (IPP) pun akan ikut bangkrut.

Salamudin beralasan PLN tidak lagi sanggup membeli listrik IPP. "Ini adalah langkah untuk recover together agar semua selamat menyongsong era jatuh tempo utang yang akan menjadi masalah terbesar PLN di tahun-tahun mendatang," tegasnya.

Dia menjelaskan belakangan beredar kabar bahwa untuk mengatasi cash flow atau keuangan makin menipis, PLN berencana menaikkan tarif listrik. Kebijakan ini tampaknya karena pemerintah tak bisa lagi membayar kompensasi kepada PLN.

Dana kompensasi berasal dari perhitungan selisih tarif listrik PLN dengan biaya pokok produksi listrik. Kompensasi ini digantikan oleh pemerintah. Namun, pemerintah sekarang tidak mempunyai uang. Utang kompensasi kepada PLN sudah terlalu besar.

Hanya saja, lanjutnya, menaikkan tarif bukanlah langkah yang sepenuhnya tepat. Karena PLN berhadapan dengan over produksi tadi atau kelebihan produksi listrik yang tidak terjual. Kalau menaikkan tarif, besar kemungkinan jumlah listrik yang terjual akan semakin menurun.

Beban berat yang dialami perusahaan plat merah itu, lanjut Daeng, tak dirasakan IPP. Listrik dari IPP selalu dibeli PLN sesuai harga pasar atau harga keekonomian. Pembangkit listrik IPP selalu untung, apa pun situasinya baik di masa Covid maupun sebelumnya.

"Sistem pengelolaan ketenagalistrikan memastikan pembangkit listrik swasta untung besar dari bisnis listrik, sementara keuangan PLN kian berat," ujarnya.

Keuangan Defisit

Dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR RI, Kamis (2/6), Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan keuangan PLN defisit. Sebab, PLN belum menaikkan tarif listrik di tengah kenaikan harga komoditas energi. "Defisit ini diperkirakan akan mencapai 71,1 triliun rupiah untuk PLN," sebutnya.

Per 30 April 2022, PLN telah menarik pinjaman sebesar 11,4 triliun rupiah dan akan melakukan penarikan pinjaman kembali di Mei dan Juni. Dengan begitu, total penarikan pinjaman sampai Juni diperkirakan mencapai 21,7 hingga 24,7 triliun rupiah.

Jika tidak ada tambahan kompensasi dari pemerintah, hingga Desember 2022 arus kas operasional PLN diproyeksikan defisit 71,1 triliun rupiah. Karena itu, pemerintah berharap Banggar menyetujui pemenambahan anggaran subsidi dan dana kompensasi energi sebesar 291 triliun menjadi 443,6 triliun rupiah pada 2022.

Baca Juga: