JAKARTA - Konsumsi protein hewani dinilai sebagai salah satu cara ampuh menurunkan angka stunting atau gizi buruk di Indonesia. Sejauh ini, berkat kolaborasi bersama daerah dan pekerja teknis di lapangan, pemerintah berhasil menurunkan angka stunting hingga menjadi 21,6 persen pada tahun ini.

"Sejauh ini, pemberian protein hewani tersebut terbukti ampuh. Yang sejauh ini sudah dijalankan, hampir di seluruh daerah di Indonesia," ungkap Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, dalam diskusi virtual terkait stunting yang digelar FMB9 di Jakarta, Senin (26/6).

Adapun jenis makanan dengan kandungan protein hewani, meliputi daging, ikan, telur, keju, susu sapi, dan beragam jenis pangan lainnya.

Berkat pencapaian itu, lanjut Dante, Kementerian Kesehatan mengapresiasi petugas teknis di lapangan, pada petugas posyandu dan puskesmas, yang bekerja tanpa pamrih untuk menurunkan stunting. Dia juga menyampaikan apresiasi kepada kepala daerah dan semua yang terlibat.

Seperti diketahui, pada 2022, angka stunting nasional berada pada angka 21,6 persen. Diharapkan pada 2023 bisa turun menjadi 17,8 persen, dan mencapai target 14 persen pada 2024.

Adapun pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerapkan dua pendekatan yaitu spesifik dan sensitif dalam upaya mencapai target penurunan angka stunting pada anak-anak secara nasional menjadi sebesar 14 persen 2024.

Dia menerangkan hal ini memang bukan masalah sesederhana memberikan makanan kepada anak-anak. Ada dua pendekatan utama secara nasional yaitu pendekatan spesifik dan sensitif. Pendekatan spesifik berkaitan dengan pemberian makanan tambahan pada anak-anak, mencegah anak-anak menjadi sakit, dan sebagainya.

Pendekatan sensitif berkaitan dengan faktor-faktor yang ada di lingkungan setempat, termasuk kemiskinan, sanitasi yang baik, dan budaya setempat. Pendekatan sensitif yang berkaitan dengan kebiasaan tradisional pada suatu daerah dapat memengaruhi angka stunting pada anak-anak.

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyani, menegaskan pihaknya di daerah siap meneruskan apa yang menjadi program pemerintah pusat. Dia mengakui salah satu faktor penyebab terjadinya stunting adalah pernikahan dini.

"Walau masih ada kasus yang saya dengar, soal pernikahan usia dini di sana sini. Karena itu, kami berikan edukasi dan sosialisasi pada pasangan muda yang ingin menikah," ungkapnya.

Butuh Kolaborasi

Deputi Bidang Advokasi, Penggerakkan dan Informasi BKKBN, Sukaryo Teguh, mengatakan pengentasan stunting harus dilakukan secara baik oleh pemerintah di daerah. "Ini adalah kepentingan negara, kepala daerah harus tegas melakukan tugas ini," imbuhnya.

Dia menekankan penanganan stunting harus dikerjakan, dengan melibatkan seluruh unsur, baik pemerintah pusat, daerah, akademisi, maupun media. "Semua hal yang dikatakan Pak Wali Kota dan Pak Wamen, semata-mata untuk menghasilkan. Generasi yang sehat dikemudian hari. Prinsipnya dalam menurunkan stunting merupakan tanggung jawab kita bersama. Mari sukseskan program ini bersama," tandasnya.

Baca Juga: