Selain produksi di dalam negeri, kampanye dan edukasi pentingnya protein hewani kepada masyarakat perlu terus ditingkatkan.
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong konsumsi protein hewani pada balita meningkat. Sebab, hasil Studi Diet Total pada 2014 menunjukkan hampir 50 persen anak Balita di Indonesia mengkonsumi protein hewani di bawah angka yang direkomendasikan sehingga menyebabkan angka stunting tinggi.
Karenanya, Kementan mengajak peran lintas sektoral bersinergi untuk meningkatkan pendidikan masyarakat agar mengkonsumsi pangan asal hewan yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal bagi yang dipersyaratkan (ASUH) sebagai dukungan terhadap Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dan Pencegahan Stunting.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Syamsul Maarif mengatakan pihaknya terus berupaya mengambil peran untuk mengemas informasi tentang pentingnya pangan hewani yang kaya asam amino esensial. Hal itu sangat diperlukan bagi pertumbuhan optimal, terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Pemberian protein hewani tidak harus mengeluarkan biaya mahal. Setidaknya ada empat sumber protein hewani yang baik dikonsumsi dan mudah didapat meliputi susu, telur, ikan dan daging ayam. Untuk itu, Kementan terus mendorong pemenuhan protein hewani bagi masyarakat dengan produksi dalam negeri.
"Kami akan terus meningkatkan produksi ternak serta memberikan ragam pilihan protein hewani bagi masyarakat dari produk daging, susu dan telur," ungkap Syamsul dalam Koordinasi Kegiatan Penyusunan Strategi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Konsumsi Protein Hewani di Jakarta, Senin (14/6).
Dia juga memastikan Ditjen PKH bersiap mengambil peran dan berkontribusi dalam menyusun rencana aksi nasional untuk mensukseskan program Germas dan percepatan pencegahan stunting. Namun, masih diperlukan penyusunan tahapan aksi strategi Komunikasi, Informasi dan Edukasi Protein Hewani terutama untuk mengidentifikasi pesan kunci, sasaran/ target serta pemilihan media komunikasi yang digunakan.
Ke depannya, Syamsul berharap seluruh stakeholder terkait dengan segala sumber daya yang dimilikinya dapat mendukung upaya promosi protein hewani asal hewan dan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pangan yang aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi masyarakat yang juga sejalan dengan tujuan penyelenggaran pangan sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan.
Terkait upaya percepatan pencegahan stunting, Farah Amini dari Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) Sekretariat Wakil Presiden menilai hal itu sejalan dengan pilar empat pencegahan stunting yakni ketahanan pangan dan gizi.
"Informasi Hoaks"
Kepala Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan FKM UI, Ahmad Syafiq mengatakan salah satu tantangan dalam mempromosikan protein hewani ini adalah adanya informasi hoaks tentang pangan asal hewan yang imbasnya dapat menyebabkan keresahan masyarakat dan cenderung menyesatkan sehingga berdampak pada perubahan prilaku masyarakat.
Dia mengimbau agar masyarakat bisa mengidentifikasi pemberitaan yang sering muncul dan perlu diluruskan. Selain itu, tingkat edukasi dan literasi gizi dan kesehatan yang masih rendah, pengaruh media dalam membentuk pemahaman publik, politisasi pesan gizi dan kesehatan serta kurangnya keterampilan komunikasi juga menjadi tantangan dalam upaya komunikasi, informasi, edukasi dan advokasi.