Kelompok pengeluaran yang selama ini menjadi penyumbang inflasi sama sekali tidak memberikan andil karena minimnya permintaan konsumen.

JAKARTA - Tekanan inflasi semakin mengendur memasuki awal paro kedua tahun ini seiring pelemahan konsumsi masyarakat. Jika tak segera diatasi, pelemahan inflasi berpotensi berlanjut hingga akhir tahun. Hal itu dikhawatirkan bisa mengganggu dunia bisnis yang saat ini diharapkan menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi pada Juli 2020 sebesar 0,10 persen atau melambat dibandingkan Juli 2019 yang mengalami inflasi 0,31 persen. Pergerakan yang melandai ini juga terlihat dalam dua bulan sebelumnya yaitu pada Mei dan Juni 2020 yang tercatat inflasi masing-masing 0,07 persen dan 0,18 persen. Padahal, pada periode sama tahun sebelumnya, ketika terjadinya Ramadan dan Lebaran, inflasi Mei dan Juni 2019 mencapai 0,68 persen dan 0,55 persen.

Selama periode Juli 2020, kelompok pengeluaran yang selama ini menjadi penyumbang inflasi juga sama sekali tidak menyumbang andil karena minimnya permintaan konsumen. Kelompok itu antara lain perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga, kemudian, informasi, komunikasi dan jasa keuangan, serta rekreasi, olahraga dan budaya.

Dengan terjadinya deflasi tersebut, maka inflasi tahun kalender Januari-Juli 2020 mencapai 0,98 persen dan inflasi tahun ke tahun (yoy) sebesar 1,54 persen.

Ekonom Universitas Kebangsaan, Eric Sugandi menilai pelemahan inflasi pada Juli tersebut merupakan akibat kombinasi pelemahan inflasi, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) turut berdampak terhadap pelemahan komsumsi masyarakat.

"Di sisi lain, tekanan inflasi dari sisi penawaran juga turun. Hal itu karena mulai meningkatnya pasokan barang dan jasa seiring pembukaan sembilan sektor perekonomian Indonesia," ujar Eric kepada Koran Jakarta, Senin (3/8).

Dia memperkirakan, hingga akhir 2020 masih ada peluang terjadinya deflasi atau inflasi rendah. Namun, dengan adanya skema berbagi beban (burden sharing) antara Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam jumlah besar akan menahan penurunan inflasi yang terlalu dalam."Jika injeksi uangnya moderat, inflasi akhir tahun ini di sekitar 3 persen," pungkasnya.

Terendah Sejak 2000

Sementara itu, BPS mencatat inflasi secara tahunan (yoy) pada Juli lalu merupakan yang terendah sejak Mei 2000. "Inflasi tahunan terendah sejak Mei 2000 yang tercatat 1,2 persen," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin.

Suhariyanto mengatakan pencapaian tersebut merupakan dampak dari pandemi Covid-19 yang menyebabkan adanya perlambatan ekonomi di berbagai negara.

Dia menambahkan situasi yang tidak wajar ini telah menyebabkan permintaan masyarakat menjadi berkurang dan daya beli terhadap barang konsumsi melemah. Hal itu terlihat dari terjadinya deflasi pada Juli 2020 sebesar 0,10 persen atau dua bulan usai terjadinya periode Ramadan dan Lebaran.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonsia (BI), Onny Widjanarko menyatakan ke depan, bank sentral terus konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.

"Hal itu untuk mengendalikan inflasi tetap rendah dan terkendali dalam sasarannya sebesar tiga persen plus dan minus satu persen pada 2020," ujarnya.

uyo/Ant/E-10

Baca Juga: