Kebijakan penanganan Covid-19 yang dioptimalkan secara komprehensif diharapkan mampu meningkatkan confidence masyarakat untuk melakukan aktivitas sosial ekonomi.

JAKARTA - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun depan di rentang 5,0-5,5 persen dengan konsumsi sebagai penopang utamanya, yakni sebesar 54 persen. Target optimistis itu sejalan dengan tren pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan akan tumbuh di angka 4,9 persen.

Namun, pemerhati ekonomi berpandangan target pemerintah itu terlalu optimistis karena tidak sesuai dengan perkembangan terkini. Pemerintah diminta untuk lebih fokus membenahi masalah di dalam negeri.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan kondisi perekonomian pada 2022 akan dipengaruhi sejumlah faktor, antara lain keberhasilan penanganan Covid-19, pemulihan konsumsi masyarakat, implementasi reformasi struktural, dan prospek pertumbuhan ekonomi global.

Berdasarkan publikasi World Economic Outlook bulan Juli 2021, perekonomian global pada 2022 diperkirakan berangsur pulih dan tumbuh 4,9 persen. Pertumbuhan tinggi terutama pada negara berkembang yang diperkirakan tumbuh mencapai 5,2 persen. Sejalan prospek membaiknya ekonomi global, pemulihan perekonomian Indonesia pada 2022 akan lebih kuat.

Diakui Airlangga, risiko ketidakpastian terutama yang berasal dari perkembangan pandemi Covid-19 masih akan menjadi faktor yang harus diantisipasi pada 2022. Karena itu, kebijakan penanganan Covid-19 akan dioptimalkan secara komprehensif dengan program vaksinasi yang diakselerasi seluas-luasnya serta memperkuat penerapan protokol kesehatan. Ini diharapkan mampu meningkatkan confidence masyarakat untuk melakukan aktivitas sosial ekonomi.

Pemerintah terus berkonsentrasi pada penanganan Covid- 19, khususnya pada kuartal ketiga. "Kasus puncak varian Delta, pada saat kasusnya di puncak ekonomi akan menurun sedikit dan tentu kita pemerintah terus mendorong agar engine ekonomi, apakah itu ekspor, investasi, kemudian juga belanja pemerintah untuk terus dimaksimalkan," ujar Airlangga dalam konferensi pers RAPBN 2022, Senin (16/8).

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menambahkan, konsumsi masyarakat diharapkan tetap menjadi komponen utama pendorong pertumbuhan. Pemerintah juga terus mendorong agar arus investasi masuk meningkat. Kemudian, upaya perbaikan fundamental ekonomi yang dilakukan melalui reformasi struktural juga ditopang melalui implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya.

Mengacu pada kerangka ekonomi makro pada 2022, pemerintah menyusun strategi kebijakan fiskal yang ditujukan untuk pemulihan ekonomi dan penguatan reformasi agar bersifat inklusif dalam meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata.

APBN tetap menjadi instrumen utama yang menjadi motor dalam pemulihan ekonomi, meneruskan reformasi, dan melindungi masyarakat dari bahaya Covid-19. Di sisi lain, Konsolidasi fiskal terus dilanjutkan di tahun 2022 untuk memuluskan normalisasi defisit APBN untuk kembali di bawah 3 persen PDB (produk domestik bruto) sesuai amanat UU 2/2020.

Implementasi Kebijakan

Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, meminta pemerintah untuk tidak menargetkan pertumbuhan ekonomi yang terlalu tinggi. Tujuannya agar masyarakat bisa percaya. Sebab, nanti akan berpengaruh pada aktivitas ekonomi masyarakat.

Dia menyebut konsumsi memang masih menjadi komponen utama, namun faktanya pada kuartal II 2021, pertumbuhan ekonomi memang 7 persen, tetapi konsumsinya hanya tumbuh 5 persen. Padahal, mestinya paling rendah 7 persen. "Kuncinya ialah pada implementasi kebijakannya. Boleh saja target tinggi, tetapi bagaimana dengan implementasinya? Itu penentunya," pungkas Tauhid.

Baca Juga: