Nanning - Konsul Jenderal Republik Indonesia di Guangzhou Ben Perkasa Drajat mengungkapkan sepertiga investasi asal Tiongkok untuk Indonesia berasal dari provinsi-provinsi di Tiongkok selatan, termasuk sektor yang menggunakan teknologi tinggi.

"Lebih dari sepertiga investasi Tiongkok di Indonesia berasal dari kawasan ini, terutama di bidang komunikasi, kesehatan, pertanian, energi baru, dan kendaraan listrik atau 'electric vehicle'," kata Ben Perkasa Drajat di Nanning, Daerah Otonom Guangxi Zhuang, Tiongkok pada Kamis (26/9).

Ben Perkasa menyampaikan hal tersebut dalam Indonesia-Tiongkok Investment Forum 2024 yang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bekerja sama dengan Konsulat Jenderal RI (KJRI) Guangzhou dan dihadiri sekitar 100 orang pengusaha.

KJRI Guangzhou sendiri memiliki empat provinsi sebagai wilayah kerja di Tiongkok bagian selatan yaitu Guangdong, Fujian, Hainan dan Guangxi yang didiami penduduk sekitar 200 juta jiwa atau 13,5 persen dari total penduduk Tiongkok.

"Salah satu kisah sukses investasi Tiongkok Selatan adalah SAIC GM Wuling dari Guangxi yang memiliki peran kunci dalam membangun ekosistem kendaraan listrik di Indonesia, selain itu di sektor pariwisata, lebih dari 500 ribu wisatawan Tiongkok yang berkunjung ke Indonesia juga berasal dari Tiongkok Selatan," ungkap Ben.

Ben mengungkapkan Tiongkok bagian selatan memainkan peran penting sebagai katalisator dalam hubungan yang lebih mendalam antara Indonesia dan Tiongkok.

"Lebih dari 20 persen perdagangan Indonesia dengan Tiongkok dilakukan melalui wilayah selatan. Paruh pertama tahun ini, total perdagangan Indonesia dengan Tiongkok yang melalui kawasan ini mencapai 22,53 miliar dolar AS (sekitar Rp340,8 triliun) atau meningkat 3,31 persen," tambah Ben.

Sementara Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Mardyana Listyowati dalam acara yang sama mengungkapkan dari sisi kebijakan dalam negeri, untuk menjaga tren perdagangan yang positif, Indonesia perlu memperkuat industri dalam negeri, termasuk hilirisasi danpeningkatan daya saing industri produk berorientasi ekspor.

"Program hilirisasi industri dan peningkatan daya saing produk ini tentu membutuhkan dukungan modal yang besar. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya agar investasi dapat masuk ke Indonesia dalam jumlah besar," kata Mardyana.

Namun, investasi di Indonesia perlu difokuskan pada peningkatan nilai tambah, yang sesuai dengan peta jalan investasi hilirisasi untuk menciptakan industri terintegrasi yang menghasilkan material bernilai tambah tinggi.

"Dengan investasi yang besar dan peningkatan ekspor produk bernilai tambah, diharapkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang selama ini masih bertumpu pada konsumsi, baik konsumsi pemerintah maupun konsumsi swasta, dapat bertransformasi menjadi PDB yang bertumpu pada investasi dan ekspor bernilai tambah tinggi," tambah Mardyana.

Melalui forum tersebut Mardyana mengundang para pengusaha, investor, dan perwakilan pemerintah Indonesia yang hadir untuk berkolaborasi lebih intensif, memperkuat hubungan bisnis dan menjajaki peluang-peluang baru.

"Memanfaatkan secara maksimal perjanjian perdagangan bebas yang telah dilaksanakan, serta kebijakan pemerintah Indonesia yang mendorong kemudahan berusaha dan berinvestasi di Indonesia," ungkap Mardyana.

Di bidang perdagangan, Tiongkok tercatat menjadi mitra dagang terbesar Indonesia. Berdasarkan data Bea Cukai Tiongkok, nilai perdagangan Tiongkok-Indonesia pada 2023 adalah sebesar 139,41 miliar dolar AS (Rp2,1 kuadriliun).

Rinciannya, ekspor Indonesia sebesar 74,21 miliar dolar AS (Rp 1,1 kuadriliun) dan impor Indonesia dari Tiongkok sebesar 65,2 miliar dolar AS (Rp986,4 triliun).

Sedangkan pada kuartal pertama 2024, nilai perdagangan mencapai 33,57 miliar dolar AS (sekitar Rp507,9 triliun) dengan nilai ekspor Indonesia sebesar 16,94 miliar dolar AS(Rp256,3 triliun) dan impor sebesar 16,61 miliar dolar AS (Rp251,3 triliun).

Sementara Investasi Tiongkok di Indonesia, berdasarkan catatan BKPM pada periode 2019 - semester I-2024 mencapai 32,2 miliar dolar AS (Rp487,1 triliun) dengan sekitar 21,022 ribu proyek.

Pada 2023 nilai investasi Tiongkok adalah sebesar 7,4 miliar dolar AS (Rp 111,96 triliun) atau berada di posisi kedua setelah Singapura yaitu sebesar 15,4 miliar dolar AS (Rp233 triliun).

Lima sektor utama investasi Tiongkok di Indonesia adalah industri pengolahan logam dasar (13,626 miliar dolar AS/Rp206,1 triliun); transportasi, pergudangan dan telekomunikasi (7,878 miliar dolar AS/Rp119,1 triliun); kimia dan farmasi serta kawasan industri (2,746 miliar dolar AS/Rp41,5 triliun), listrik, gas dan air (2,651 miliar dolar AS/Rp40,1 triliun); perumahan dan perkantoran (2,139 miliar dolar AS/Rp32,3 triliun).

Sedangkan berdasarkan lokasi, wilayah terbanyak investasi Tiongkok adalah Sulawesi Tengah (11,64 miliar dolar AS/Rp176,1 triliun), Jawa Barat (7,02 miliar dolar AS/Rp106,2 triliun), Maluku Utara (4,98 miliar dolar AS/Rp75,3 triliun), Jakarta (1,6 miliar dolar AS/Rp24,2 triliun) dan Banten (1,27 miliar dolar AS/Rp19,2 triliun).

Salah satu investasi Tiongkok di Indonesia adalah di sektor transportasi dengan proyek utamanya adalah kereta cepat Jakarta-Bandung dengan kecepatan hingga 350 km/jam.

Proyek unggulan tersebut sebagian besar didanai Tiongkok dengan investasi sebesar 7,3 miliar dolar AS (sekitar Rp110,44 triliun) sejak beroperasi pada Oktober 2023.

Baca Juga: