Perbedaan pendapat atau konflik dari Pemilu 2024 diharapkan diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi dan masyarakat harus menerima apapun keputusannya demi tegaknya NKRI.

JAKARTA - Guru besar Universitas Muhammadyah Kupang Prof Dr Zainur Wula mengatakan semua perbedaan pendapat atau konflik dari sebuah pesta demokrasi di Indonesia atau Pemilu harus diselesaikan melalui mekanisme jalur hukum yakni Mahkamah Konstitusi (MK).

"Menurut pendapat saya rekonsiliasi itu penting, tetapi semua perbedaan atau konflik dari sebuah pesta demokrasi harus melalui mekanisme jalur hukum yakni MK," katanya di Kupang, NTT, Minggu (17/3).

Hal ini disampaikannya berkaitan dengan perlunya rekonsiliasi nasional seusai Pemilu 2024 dan bersama-sama berfokus pada membangun Indonesia menuju negara maju.

Menurut Zainur yang juga Rektor Univesitas Muhammadyah itu, jika sudah ada putusan dari yang berwenang yakni MK tentang masalah Pemilu, maka setiap masyarakat di Indonesia harus terima dengan jiwa besar dengan sportifitas untuk tegaknya sebuah demokrasi dan tegaknya NKRI.

Selain itu juga untuk menjaga stabilitas politik sehingga keamanan terpelihara, harmoni kebangsaan Indonesia, NKRI akan terus maju dan berkembang pesat di masa mendatang. "Secara pribadi saya mengapresiasi penyelenggaraan Pemilu pada 14 Februari lalu yang sangat demokratis sukses untuk bangsa Indonesia," ujar dia.

Sementara itu, Ketua Gereja Injili di Timor (GMIT) Pendeta Samuel Pandie menilai bahwa rekonsiliasi itu bisa dilakukan jika ada persoalan yang dihadapi saat pelaksanaan Pemilu. Namun, pemimpin yang terpilih itu ujar dia bukan diberikan tugas dan wewenang untuk memimpin satu dua orang, tetapi memimpin sebuah bangsa.

"Karena itu dia perlu merangkul semua elemen masyarakat sehingga bersama-sama membangun Indonesia untuk lebih maju lagi ke depan," tambah dia.

Hal senada diungkapkan pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin. Menurut Ujang, rekonsiliasi nasional usai gelaran Pemilu 2024 semestinya perlu dibangun jauh-jauh hari sebelum hasil pemilu dikeluarkan oleh KPU.

Dijelaskannya upaya rekonsiliasi nasional dengan suasana aman, damai, lancar, dan penuh dengan kekeluargaan itu tidak bisa dilakukan secara mendadak atau tiba-tiba. Sehingga menurutnya wacana rekonsiliasi itu perlu digerakkan sebelum 20 Maret 2024 atau sebelum pengumuman hasil pemilu.

"Perlu rekonsiliasi untuk bisa mempersatukan semua kekuatan komponen bangsa," kata Ujang saat dihubungi di Jakarta, Minggu.

Dia mengatakan upaya rekonsiliasi nasional perlu dilakukan oleh sejumlah tokoh bangsa, tokoh politik, maupun pihak yang menang atau pihak yang kalah. Pihak-pihak itu menurutnya perlu menunjukkan bahwa mereka bisa saling berangkulan.

Akademisi Universitas Al Azhar Indonesia itu menilai bahwa rekonsiliasi itu juga sejatinya bakal mengembalikan persatuan dan kesatuan bangsa. "Oleh karena itu, ya seluruh komponen bangsa, baik dari partai politik maupun individu-individu, kelompok-kelompok, punya peran besar untuk bisa melakukan rekonsiliasi," kata dia.

Sebelumnya, sejumlah dorongan untuk rekonsiliasi nasional seusai Pemilu 2024 bermunculan dari sejumlah pihak, baik anggota legislatif, tokoh pengusaha, hingga tokoh agama. Mereka pun memiliki alasan masing-masing dalam menyuarakan dorongan rekonsiliasi nasional tersebut.

Kepercayaan Masyarakat

Pakar politik Universitas Andalas Padang Asrinaldi mengatakan MK masih mendapatkan kepercayaan masyarakat untuk menyelesaikan sengketa Pemilu 2024.

Kepercayaan itu masih ada, kata Asrinaldi, terlepas MK telah melewati banyak kontroversi karena beberapa keputusan hukumnya. "Kepercayaan itu hilang pun tidak karena masih ada hakim konstitusi yang masih punya etika dan moral," kata Asrinaldi Sabtu (16/3).

Hal tersebut, menurut Asrinaldi, harus dimanfaatkan pemerintah untuk membuktikan bahwa MK merupakan institusi yang independen dan layak dijadikan garda terakhir mencari keadilan.

Salah satu cara menguji kepercayaan MK adalah dengan menghasilkan keputusan hukum yang adil pada sengketa pemilu yang diperkirakan akan terjadi setelah rekapitulasi nasional oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) usai.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Hadi Tjahjanto menegaskan akan terus memantau proses penyelesaian sengketa Pemilu 2024 setelah rekapitulasi tingkat nasional selesai.

"Kami terus memantau, kami terus membantu menyiapkan yang diperlukan pada proses-proses tersebut," kata Hadi saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam RI, Jakarta Pusat, Jumat (15/3).

Hadi menilai proses sengketa pemilu haruslah diselesaikan sesuai dengan prosedur hukum seperti melalui MK ataupun lewat lembaga yang telah disediakan pemerintah yakni Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

Hadi memastikan proses gugatan akan dilindungi secara hukum demi terciptanya situasi yang aman dan kondusif.

Dia justru tidak membenarkan adanya aksi penolakan pemilu dengan cara mengerahkan massa untuk turun ke jalanan. Hal tersebut tidak dibenarkan lantaran berpotensi menimbulkan konflik serta mengancam keamanan masyarakat.

Baca Juga: