Indonesia saat ini memiliki kekayaan alam terlengkap dan menjadi gudang green energy.

JAKARTA - Pemerintah perlu mempercepat transisi energi untuk menggantikan energi fosil dengan energi yang lebih ramah lingkungan. Hal itu penting demi menghindari masalah ekonomi imbas ketegangan geopolitik seperti yang terjadi saat ini.

Saat ini, dampak konflik Iran dan Israel di kawasan Timur Tengah, pasokan minyak di pasar global terganggu. Ini menambah beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) karena harga minyak mengalami kenaikan. Subsidi energi bisa bengkak.

Pengamat ekonomi, Salamudin Daeng, mengatakan saat inilah momen bagi Indonesia untuk memanfaatkan kekayaan energi hijaunya karena Indonesia ini gudang green energy.

"Indonesia memiliki banyak sekali kesempatan untuk mengambil manfaat atas agenda transisi energi yang dijalankan melalui skema atau rumus net zero emission (NZE), karena Indonesia adalah satu-satunya negara terluas di dunia yang memiliki kekayaan alam terlengkap dan paling siap menjalankan agenda ini," ungkap Daeng di Jakarta, Senin (22/4).

Diakui Daeng, memang ada segelintir oligarki yang akan terkena dampak atas agenda transisi energi ini, disebabkan memang mereka menjalankan bisnis pengerukan sumber daya alam (SDA) dan eksploitasi energi kotor. Akan tetapi, dampak itu dapat diminimalisasi jika mereka memiliki komitmen yang baik kepada lingkungan hidup dan mau melakukan sedikit investasi bagi lingkungan.

"Mula-mula transisi energi akan mengakhiri industri minyak dan gas sebagai penggerak dunia karena sudah sangat membahayakan ekosistem. Dunia ibarat gelembung tertutup yang dipenuhi asap polusi minyak yang jika tidak ditanggulangi maka akan menjadi sumber penyakit, pohon tidak tumbuh, tanam tidak berbuah, mahluk hidup di dalamnya akan terancam musnah," urainya.

Berakhirnya Industri minyak harus dipahami sebagai berakhirnya ketergantungan yang besar Indonesia kepada minyak dan gas impor. Sekarang ini, Indonesia mengimpor lebih dari separuh kebutuhan minyak nasional. Kenaikan harga minyak selalu menciptakan ancaman yang besar pada ekonomi.

"Demikian juga naiknya harga dollar sebagai mata uang untuk membeli minyak membahayakan negara secara politik. Minyak membuat bangsa Indonesia hidup dalam ketergantungan dan ketidakpastian yang membahayakan," kata Daeng.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, selaku Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN) saat memimpin Sidang Anggota DEN Kedua Tahun 2024 kemarin memaparkan terkait kondisi krisis dan/atau darurat energi (Krisdaren) sebagai dampak konflik Iran dan Israel.

"Indeks ketahanan energi (pada tahun 2022) baru di level 6,6. Ada beberapa kriteria poin, availability, accessibility, affordability, dan acceptability. Ini perlu kita evaluasi lagi pembobotannya apakah memang sudah merefleksikan kondisi yang ada," ungkap Arifin.

Percepat Regulasi

Arifin juga berharap realisasi target bauran EBT dapat dipercepat sehingga daya tahan untuk energi khususnya listrik dapat diandalkan karena sumber-sumbernya terdapat di dalam negeri.

DEN juga mengusulkan langkah-langkah strategis sebagai langkah antisipasi terhadap dampak konflik tersebut. Dalam jangka pendek, DEN merekomendasikan untuk membentuk Tim Asistensi Penanggulangan Krisdaren, dan mempercepat pengesahan Rancangan Peraturan Presiden tentang Cadangan Penyangga Energi (CPE).

Baca Juga: