Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memandang bahwa kolaborasi dan sinergi harus diperkuat untuk penghapusan segala bentuk kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
JAKARTA - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memandang bahwa kolaborasi dan sinergi harus diperkuat untuk penghapusan segala bentuk kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
"Kolaborasi dan sinergi adalah efek domino baik yang diharapkan pasca-konferensi ini," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (20/9).
Hal itu dikatakannya menanggapi hasil dari Konferensi Internasional Pengetahuan dari Perempuan (PdP).
Menurut dia, terdapat perkembangan inovasi dalam aspek pencegahan, penanganan, dan pemulihan korban kekerasan.
Inovasi dilakukan di ruang-ruang di mana kekerasan dapat diidentifikasikan, seperti di lembaga pendidikan, baik di pesantren maupun perguruan tinggi, di ruang keluarga, praktik budaya, dan juga ruang digital.
Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2023 menunjukkan sekurangnya ada 409.975 kasus kekerasan terhadap perempuan, yang sebanyak 4.374 kasus dilaporkan langsung kepada Komnas Perempuan di mana 3.303 di antaranya adalah kasus kekerasan berbasis gender.
"Kekerasan di dalam rumah tangga masih mayoritas yang dilaporkan," kata Andy Yentriyani.
Dalam aspek penanganan, kasus kekerasan seksual, termasuk yang terjadi di ruang digital masih menghadapi kendala meski telah ada UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), utamanya dalam mengenali unsur pidana dan dukungan pemulihan bagi korban.
Sebelumnya, Komnas Perempuan menggelar Konferensi Internasional Pengetahuan dari Perempuan (PdP) ke-4 di Malang, Jawa Timur.
Konferensi PdP terselenggara berkat kerja sama Komnas Perempuan dengan Universitas Brawijaya, Forum Pengada Layanan (FPL) dan Universitas Indonesia.