» Pengawasan yang berkelanjutan dan ketat akan lebih menjamin hasil berupa penurunan impor.

» BUMN dan anak usahanya harus dievaluasi kepatuhannya menerapkan penggunaan TKDN.

SURABAYA - Pemerintah harus lebih tegas dalam mengawasi pengadaan barang dan jasa di kementerian/lembaga (K/L) serta perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) guna memastikan mereka benar-benar memprioritaskan produk lokal ketimbang barang impor.

Langkah tegas oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberhentikan langsung salah satu petinggi Pertamina karena mengabaikan ajakan penggunaan komponen lokal dinilai sangat baik untuk membuat shock therapy agar tidak main-main dengan kebijakan tersebut.

Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Airlangga Surabaya, Gitadi Tegas, mengatakan pemerintah harus lebih tegas dalam mengawasi pengadaan barang dan jasa di K/L dan BUMN dengan langkah-langkah yang komprehensif. Selain itu, harus melibatkan semua pemangku kepentingan dalam pengawasan dan penindakan.

"Pengawasan yang berkelanjutan dan ketat akan lebih menjamin hasil berupa penurunan impor, daripada kebijakan yang sifatnya hanya shock therapy," kata Gitadi.

Menurut Gitadi, ajakan Presiden Jokowi secara prinsip sangat bagus, tetapi faktanya saat diimplementasikan di tingkat K/L dan BUMN banyak yang tidak jalan, bahkan melenceng. Misalnya, kasus pengadaan pipa di Pertamina yang lebih memilih produk impor, padahal ada buatan dalam negeri.

"Sering kali kebutuhan impor muncul karena reaksi kita terlambat. Mulai sekarang pemerintah perlu mengoptimalkan seluruh institusi yang terlibat dalam pengawasan impor ini untuk lebih efektif, mulai bea cukai, aparat hukum, dan lainnya," kata Gitadi.

Setelah melakukan pengawasan yang ketat, dia memandang perlu ada parameter dan data yang jelas untuk memastikan komitmen mengurangi impor berjalan baik. Sebab, kebijakan yang perspektifnya seperti pemadam kebakaran belum tentu menghasilkan seperti yang diharapkan.

"Data diperlukan agar barang-barang dalam proyek pengadaan kualitasnya seperti yang dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing. Kalau sudah terpenuhi, maka tidak alasan untuk impor. Dengan demikian, semua kebijakan berbasis pada data bukan prasangka," pungkasnya.

Perubahan Sistem

Sementara itu, Pengamat Ekonomi, Bhima Yudhistira, mengatakan pemerintah perlu mengevaluasi kinerja seluruh BUMN dalam penggunaan produk lokal. Penindakan jangan hanya sebatas pemecatan seperti yang dilakukan Presiden Jokowi terhadap salah satu petinggi Pertamina, tetapi harus menjangkau semua perusahaan milik negara dengan menyentuh sistem organisasinya.

"Tidak cukup hanya memecat petinggi BUMN yang pro terhadap barang impor, tetapi juga harus lakukan perubahan sistem di semua perusahaan milik negara," kata lulusan UGM tersebut.

Pemecatan, kata Bhima, efeknya tidak terlalu besar, paling sesaat. Dia berharap penggunaan produk lokal harus membudaya di semua BUMN, di seluruh lingkup organisasinya, bukan hanya pada direksi yang sewaktu-waktu bisa diganti.

"Ada ratusan BUMN dan anak usahanya maka bisa dievaluasi satu per satu, seberapa patuh dengan regulasi penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN)," tegas Bhima.

Selain membangun budaya, pendataan juga diperlukan untuk menginventarisasi berapa banyak produk substitusi impor yang bisa masuk ke pengadaan barang jasa BUMN.

"Setelah itu kasih sanksinya, misalnya surat peringatan dulu, baru lakukan pemberhentian terhadap direksi yang tidak melakukan perbaikan porsi konten lokal," katanya.

Dalam kesempatan lain, Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan (Gerbang Tani) Kalimantan Barat (Kalbar) meminta pemerintah pusat untuk tidak mengeluarkan kebijakan yang tidak populis yakni melakukan impor beras.

n SB/ers/E-9

Baca Juga: