JAKARTA - Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui dua calon Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), yakni Juda Agung dan Aida Budiman usai menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di Jakarta, Selasa (30/11). Seluruh Fraksi Komisi XI DPR menyatakan kedua calon tersebut memiliki kapasitas mumpuni menjabat sebagai Deputi Gubernur BI.

"Sesuai pengalaman, curriculum vitae, dan lainnya yang sudah memenuhi syarat, oleh karena itu kami sepakat saudara diterima sebagai calon Deputi Gubernur BI," kata Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto dalam Pengambilan Keputusan calon Deputi Gubernur BI.

Dengan demikian, proses selanjutnya akan dilakukan sesuai peraturan yang ada. Adapun kedua nama calon Deputi Gubernur BI tersebut merupakan usulan Presiden yang diberikan kepada Pimpinan DPR pada awal bulan November 2021.

Juda Agung yang merupakan Asisten Gubernur Kepala Kebijakan Makroprudensial BI diusulkan untuk menggantikan Deputi Gubernur BI Sugeng. Sementara, Aida Budiman yang merupakan Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI akan menggantikan Deputi Gubernur BI Rosmaya Hadi. Sugeng dan Rosmaya Hadi akan segera berakhir masa jabatannya pada 6 Januari 2022.

Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, presiden mengusulkan nama pengganti kepada DPR berdasarkan nama yang direkomendasikan oleh Gubernur BI.

Sementara itu, dalam paparannya di depan Komisi XI, Juda menyatakan BI saat ini sedang mengkaji dua opsi penyebaran rupiah digital dalam persiapan penerapan mata uang digital bank sentral alias central bank digital currency (CBDC) di Tanah Air. Pendekatan yang sedang didalami BI yaitu secara langsung atau one tier dan tidak langsung atau two tier.

Rupiah Digital

Dia menjelaskan pendekatan secara langsung artinya masyarakat baik itu rumah tangga maupun korporasi bisa mendapatkan token rupiah digital secara langsung dari BI. Sementara pendekatan secara tidak langsung dilakukan melalui dua tahapan, yakni bank sentral mengedarkan rupiah digital melalui perbankan, barulah masyarakat bisa membelinya ke perbankan.

"Yang kedua ini menurut hemat kami lebih tepat karena ini seperti peredaran uang kertas dan uang logam seperti saat ini," katanya.

Dirinya berpendapat penerbitan rupiah digital saat ini menjadi penting untuk menjaga kedaulatan mata uang sebuah negara, semakin banyaknya transaksi digital, menjaga efektivitas kebijakan moneter bank sentral, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendorong inklusi keuangan.

Sebuah survei menunjukkan 60 persen dari bank sentral di dunia sudah mempertimbangkan untuk penerapan CBDC dan sebanyak 14 persen dari bank sentral tersebut sudah melakukan piloting.

Kendati demikian, Juda menegaskan penggunaan rupiah digital nantinya tidak akan menggantikan secara penuh uang rupiah kertas dan logam, sehingga implementasinya akan dilakukan secara bertahap semisal 20 persen dari uang bereda.

Baca Juga: