Komisi X DPR RI menolak usulan untuk mengkaji ulang dana wajib atau anggaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
JAKARTA - Komisi X DPR RI menolak usulan untuk mengkaji ulang dana wajib atau anggaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Saya memberikan jawaban bahwa Komisi X menolak usulan utak-atik anggaran mandatori 20 persen yang disampaikan Ibu Sri Mulyani, dimana ingin mandatori 20 persen berbasis pada pendapatan dari APBN, bukan dari belanja APBN. Karena itu, sekali lagi dalam forum yang baik ini kami menyatakan pada posisi menolak," tegas Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam Rapat Kerja dengan Kemendikbudristek RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Jumat (6/9).
Ia menjelaskan Komisi X jelas mengambil sikap tegas dalam menolak usulan tersebut, mengingat pihaknya justru masih tengah berjibaku untuk memperjuangkan pengelolaan dana wajib itu agar sepenuhnya dilakukan oleh Kemendikbudristek, sehingga sangat bertolak belakang dengan apa yang diperjuangkan oleh Komisi X.
Ia menilai porsi anggaran wajib untuk pendidikan sebesar 20 persen justru masih dirasa belum cukup dalam mengakomodasi berbagai kebutuhan untuk meningkatkan kualitas serta pemerataan akses pendidikan di wilayah Indonesia, khususnya wilayah 3T.
Karena itu, Syaiful Huda mengkhawatirkan jika formulasi 20 persen APBN untuk pendidikan berpatokan pada pendapatan negara, maka berpotensi menurunkan besaran anggaran untuk pendidikan.
"Kita bisa bayangkan dengan skema saat ini saja masih banyak anak yang tidak bisa sekolah karena alasan biaya, apalagi jika dana pendidikan diturunkan," imbuhnya.
Ia menekankan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 Ayat 4 jelas menyebutkan bahwa negara wajib memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi penyelenggaraan pendidikan nasional.
"Konstitusi kita dengan jelas menyebutkan bahwa negara wajib menyediakan layanan pendidikan untuk meningkatkan kualitas SDM kita, baik dalam hal karakter, kemampuan maupun pengetahuan. Jangan sampai hal ini kemudian diutak-atik untuk mengakomodasi kepentingan lain," tegasnya.
Sebelumnya, pada Rabu (4/9), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI mengusulkan agar anggaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan sebesar 20 persen dari belanja negara dikaji ulang.
Sebab, ia menilai belanja wajib 20 persen seharusnya dialokasikan dari pendapatan negara, bukan belanja negara, mengingat belanja negara cenderung tidak pasti.
"Kami sudah membahasnya di Kementerian Keuangan, ini caranya mengelola APBN tetap comply atau patuh dengan konstitusi, dimana 20 persen setiap pendapatan kita harusnya untuk pendidikan. Kalau 20 persen dari belanja, dalam belanja itu banyak ketidakpastian, itu anggaran pendidikan jadi kocak, naik turun gitu," kata Sri Mulyani.