Menanggapi langkah Korut, Komando PBB pada Selasa (19/12) telah mengizinkan pasukan penjaga perbatasan di Korsel untuk membawa senjata.

SEOUL - Pasukan di Area Keamanan Bersama (JSA) sisi Korea Selatan (Korsel) di perbatasan dengan Korea Utara (Korut), telah diizinkan untuk membawa senjata, kata Komando PBB (UNC) pada Selasa (19/12). Langkah itu diambil setelah setelah tentara Korut yang berjaga di perbatasan dilaporkan mulai membawa senjata sejak bulan lalu.

Komando PBB yang dipimpin AS selama ini bertugas untuk mengawasi tentara dari kedua negara yang saling berhadapan di JSA. Korut dan Korsel sebelumnya sepakat untuk melucuti senjata pasukan mereka di JSA sesuai dengan pakta militer tahun 2018, namun pasukan Korut dilaporkan membawa senjata sejak November lalu setelah kesepakatan tersebut mulai gagal.

Bulan lalu, Seoul menangguhkan sebagian perjanjian lima tahun tersebut menyusul peluncuran satelit mata-mata Pyongyang. Korut menanggapinya dengan membatalkan perjanjian tersebut sepenuhnya, dan berjanji untuk mengerahkan angkatan bersenjata yang lebih kuat dan senjata baru di sepanjang perbatasan.

"Keputusan untuk mengizinkan pasukan UNC membawa senjata terjadi setelah tentara Korut dipersenjatai," kata UNC dalam sebuah pernyataan. "UNC telah memberi wewenang kepada anggota pasukan penjaga perbatasan yang terlatih dan memenuhi syarat di sisi JSA UNC untuk dipersenjatai kembali guna melindungi personel sipil dan militer," imbuh UNC seraya menjelaskan bahwa tindakan ini diambil dengan sangat hati-hati.

Sementara itu pemimpin Korut, Kim Jong-un, telah berjanji untuk mempercepat pengembangan nuklir negaranya dan memperingatkan Amerika Serikat (AS) agar tidak membuat keputusan yang salah. Pernyataan Kim Jong-un itu dilontarkan setelah ia mengawasi peluncuran misil balistik paling kuat di negara itu, kata media pemerintah pada Selasa.

Kim Jong-un mengatakan bahwa peluncuran misil yang mampu mencapai daratan AS pada Senin (18/12) lalu adalah sinyal yang jelas bagi kekuatan musuh dan menunjukkan pilihan negaranya jika Washington DC membuat keputusan yang salah terhadap Korut, lapor kantor berita KCNA.

"Uji coba peluncuran ICBM Hwasong-18 dilakukan sebagai aksi militer penting untuk menunjukkan secara jelas kekuatan strategis nuklir Korut serta kemauan perlawanan yang luar biasa dan kekuatan yang tiada tara terhadap musuh," tulis KCNA.

Berbagi Informasi

Sementara itu Korsel, AS, dan Jepang, telah memulai berbagi informasi peringatan misil Korut secara real time pada Selasa.

Kementerian Pertahanan Korsel menyatakan bahwa tiga negara tersebut mengoperasikan sistem berbagi informasi peringatan misil bersama informasi pemantauan Korut yang hingga saat ini ditangani oleh tiga negara secara terpisah.

Langkah tersebut telah disepakati dalam pertemuan menteri pertahanan antara Korsel, AS, dan Jepang, pada November lalu untuk memantau dan mendeteksi aktivitas misil Korut secara real time. AFP/KBS/I-1

Baca Juga: