Para Content Creator mengumpulkan ide sampai proses syuting dan editing untuk durasi video sepanjang 5 sampai 15 menit.

Booktube Indonesia mengkolaborasikan buku dan teknologi. Komunitas yang terdiri dari paracontent creator ini membuktikan bahwa kehadiran teknologi tidak selama menggantikan media konvensional, semacam buku. Keduanya bisa saling mendukung.

Ada sensasi tersediri ketika membaca buku. Entah ceritanya, tokohnya bahkan sekedar covernya. Sensasi tersebutlah yang ingin ditularkan ke kalangan luas, baik pecinta buku maupun kalangan yang baru mengenal buku.

You tube yang tengah naik daun menjadi media penyampai. Melalui media tersebut, para booktuber yang tergabung dalam Booktube Indonesia dapat berbicara secara langsung untuk menyampaikan isi buku atau sekedar berbagi informasi tentang buku teranyar.

"Jadi kayak curhat, kita berusaha menceritakan buku yang kita baca seru lho," ujar Tsalitsa Aeni Khaya, 23,Public Relation Booktube Indonesia yang ditemui di Jakarta, Rabu (23/5).You tube dipilih menjadi medium karena media sosial ini tengah boomingdi masyarakat.

Bahkan dari hasil riset 2018 yang diperolehnya, you tube menduduki posisi pertama untuk media sosial yang digunakan setiap hari. Berbagai macam informasi terkait buku dapat diperoleh melalui channel Booktube Indonesia. Informasi-informasi tersebut dibuat oleh para anggota Booktube Indonesia yang tidak lain merupakan content creator. Mulai dari, informasi review buku, buku-buku terbaru, tokoh-tokoh dalam buku bahkan sampai membuat kuis. Informasi buku yang menyebar ke kalangan luas tak pelak memancing respon dari para penontonnya.

Para penonton yang rata-rata berkisar pada usia 17 sampai 25 tahun mulai memberikan tanggapan bahkan ada yang sampai Direct Message melalui Instagram. Pertanyaan yang dilontarkan diantaranya menanyakan buku yang sesuai dengan usia mereka. Sehingga saat akan membaca, mereka tidak terlalu terkaget-kaget dengan jalan ceritanya."Sejauh ini responnya tidak ada yang menolak," ujar wanita yang biasa disapa Lista ini. Anggota Booktube Indonesia merupakan para content creator.

Mereka membuat video untuk diunggah melalui channel Booktube Indonesia. Para content creator membuat videonya sampai proses edit."Kalau mau gabung, minimal sudah memiliki tiga content video yang dipublish," ujar Ayom Wratsangka, 28, anggota. Sampai saat ini, jumlah anggota yang kerap mengunggah video sebanyak 15 sampai 20 dari total anggota sebanyak 34 orang.

Pasalnya, proses pembuatan video tidak bisa dibilang sederhana. Para Content Creator perlu mengumpulkan ide sampai proses syuting dan editing untuk durasi video sepanjang 5 sampai 15 menit. Sebagai variasi content video, terkadang para content creator saling berkolaborasi satu dengan. Kolaborasi dapat berupa review buku maupun kuis. Hasilnya, video akan makin kaya untuk menarik para peminat maupun pecinta buku. Selain itu, para content creator dapat berbagi tugas dapat mengerjakan video.

Booktube Indonesia didirikan oleh Maggie Chen, Dhyn Hanarun dan Tiffany. Mereka berpandangan bahwa buku bukan sekedar bacaan konvensional namun melalui teknologi kecintaan terhadap buku dapat ditularkan. Sejak Juni 2016, komunitas yang berbasis di Indonesia mulai menyebarkan virus kecintaan terhadap buku.

Mereka lebih banyak bekerja melalui teknologi termasuk untuk memantau perkembangan anggotanya yang mengunggah video. Sehingga secara tidak langsung, anggota dituntut untuk mandiri dalam melakukan kegiatan. Jika beruntung, mereka dapat memperoleh sponsor dari penerbit maupun memiliki kedekatan dengan penulis. Meskipun begitu, teknologi tak membuat komunitas menutup diri. Mereka kerap bekerja sama dengan beberapa komunitas, seperti membaca buku di KRL dari Stasiun Kota sampai Stasiun Universitas Indonesia. Tujuannya tidak lain untuk menyebarkan virus membaca di kereta. din/E-6

Proses Sempurna Satu Unggahan Video

Ada beberapa take yang harus dilakukan dalam pembuatan content video. Pasalnya membuat content video untuk tayang 5 sampai 15 menit membutuhkan waktu panjang bahkan beberapa hari. Kesalahan selama pembuatan content video menjadi proses yang harus dijalani. Seperti yang dialami Kanaya Sophia, 32, ia memerlukan take (pengambilan gambar) minimal tiga kali.

"Aku belum selancar itu ngomong di depan kamera, minimal tiga kali take baru ngerasa cukup puas," ujar dia yang dihubungi Kamis (24/5). Setelah memperoleh hasilnya, Kanaya tampak berbicara lancar sepertihalnya seorang anchor berita. Padahal, proses pengambilan gambar membutuhkan waktu yang panjang Hal serupa dialami, Ayom Wratsangka, 23, ia membutuhkan beberapa kali take untuk pengambilan gambar. "Take videonya berulang kali, kadang sampai satu jam atau lebih," ujar dia.

Baru setelahnya, dia dapat memperoleh gambar sesuai keinginnan untuk diunggah ke channel-nya. Baik Kanaya maupun Ayom sepakat bahwa untuk membuat video membutuhkan persiapan. Kanaya yang mengggugah video satu sampai dua video setiap minggunya mengaku membutuhkan script sebelum berbicara di depan kamera.

"Takutnya viewer nggak ngerti yang kita omongin kalau asal ngomong," ujar dia yang biasa mengunggah tentang review buku, rekomendasi buku, vlog tentang event sampai tipstips seputar buku. Sedangkan Ayom membutuhkan persiapan yang tergolong panjang untuk menggugah content videonya.

Persiapan tersebut dimulai dari mengumpulkan poin yang ingin dibahas, membuat script lalu membaca ulang, setting kamera dan lighting, merapikan kamar sebagai background, take video, editing, membuat thumbnail, membuat judul dan caption baru setalah mengupload dan membagikan video. Kamar menjadi ruang favorit dalam pembuatan video. Karena di kamar, mereka dapat mengekspresikan diri lebih bebas.

Meski kamar tergolong sepi, bukan berarti bebas hambatan. Suara yang menembus kamar kerap mengganggu jalannya proses pengambilan gambar. Jika menghadapi situasi tersebut, proses pengambilan gambar harus dilakukan ulang. Karena video yang dihasilkan harus bebas dari suara yang tidak diperlukan kecuali suara content creator yang menceritakan tentang buku. Meskipun proses pengambilan gambar bukan tergolong mudah namun mereka tidak putus asa untuk melakukan proses pengambilan gambar. din/E-6

Butuh Niat untuk Membaca Semua Koleksi

Ada kebanggaan ketika mendapatkan buku yang diincar ataupun buku dengan harga murah. Hasrat membeli buku pun tak bisa dibendung namun buku yang terlanjur terbeli tak semua habis terbaca. Ungkapan tersebut muncul dalam salah satu channel anggota Booktube Indonesia. Setelah mempertontonkan setumbuk buku baru, booktuber lalu berujar.

"Tapi nggak tahu, kapan membacanya." Ya, membeli dan membaca buku membutuhkan usaha yang berbeda. Dengan beberapa lembar rupiah, para peminat buku bisa mudah memiliki buku yang diidamkan. Namun untuk membaca, mereka membutuhkan niat untuk menyelesaikan satu buku. Sebagai salah satu pengkoleksi buku, Tsalitsa Aeni Khaya, 23 membenarkan bahwa menyelesaikan buku membutuhkan niat. "Ada beberapa buku yang belum dibaca," ujar dia sambil tersenyum.

Bazaar buku kerap menggiurkan para pecinta buku untuk memiliki buku sebanyak mungkin. Dari tumpukan buku yang telah dibaca, Tsalitsa kerap memberikan buku kepada temen-temannya sebagai give away, terutama jika dia memiliki uang untuk membelinya kemballi. "Karena, aku pingin supaya mereka ikut membaca," ujar wanita yang tengah menggemari buku sastra ini. Litsa, begitu dia disapa, tidak merasa rugi membagikan buku ke orang lain. Karena toh, ia masih memiliki uang untuk membelinya kembali.

Biasanya, buku yang dibagi merupakan buku-buku Indonesia, sedang buku dari luar negeri masih menjadi koleksi pribadi. "Masih belum mampu (membeli lagi)," ujar dia. Ayom Wratsangka, 28, mengaku satu hal yang membuat para pecinta buku agak sensitif adalah pertanyaan buku yang belum sempat terbaca. Ayom mengakui bahwa dirinya memiliki beberapa buku yang belum dibaca karena belum memiliki waktu yang memadai.

"Di depanku sekarang, ada sekitar 30 an buku, buku yang belum kebaca sebanyak lima buah. Karena masih dalam proses menghabiskan buku-buku yang belum terbaca," ujar dia terbahak. Selain karena pengalokasian waktu membaca, banyaknya buku yang terbeli tidak seimbang dengan buku yang sudah dibaca. Sehingga dari setumpuk koleksi buku, selalu ada buku yang belum dibaca bahkan belum tersentuh karena masih menyelesaikan buku lainnya. din/E-6

Baca Juga: