JAKARTA - Kolaborasi antara perbankan dan perusahaan teknologi finansial (fintech) menjadi salah satu kunci mendorong penetrasi dan inklusi keuangan di berbagai sektor, terutama usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

"Eranya memang cross platform, jadi tidak perlu buka aplikasi bank digital untuk pengajuan pinjaman, tapi cukup di platform yang sudah eksisting," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, di Jakarta, Rabu (27/7).

Menurut Bima, salah satu kunci bagi pelaku industri teknologi finansial (fintech) untuk meningkatkan daya saing yakni dengan melakukan integrasi, terutama dengan bank-bank yang memiliki layanan digital. Saat ini, katanya, model kemitraan antara bank dan pelaku tekfin makin berkembang.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Mei 2022, nilai outstanding pinjaman yang disalurkan fintech P2P lending berada di kisaran 40,2 triliun rupiah atau naik 85 persen dibandingkan jumlah pinjaman satu tahun sebelumnya.

Sementara itu, nilai penyaluran pinjaman fintech P2P lending hingga Maret 2022 mencapai 18,6 triliun rupiah, naik dari tahun sebelumnya sekitar 13,2 triliun rupiah.

Adapun, dari kaca mata investor modal ventura, minat pendanaan kepada startup klaster fintech, terutama yang bergerak di bisnis penyaluran kredit, terbilang lebih terjaga.

Sementara itu, Investment Analyst Central Capital Ventura Deandra Fidelia Marbun mengungkapkan dua alasannya, yaitu model bisnis yang sudah teruji, serta fleksibilitas exit-strategy karena sektor ini juga jadi incaran aksi korporasi startup lain.

"Sudah terbukti di seluruh dunia, tipe perusahaan apa pun, itu ujung-ujungnya berupaya menjadi finance company. Tak terkecuali startup, kemungkinan besar juga mengincar fintech," ujarnya.

Baca Juga: