“Kami memohon, meminta Mahkamah Agung membatalkan klausul di dalam peraturan KPU yang kemudian membuat (aturan) minimal 30 persen dalam daftar calon (anggota legislatif) partai politik di setiap daerah pemilihan itu dibatalkan karena perhitungan KPU keliru, tidak sesuai dengan apa yang diatur di dalam Undang-Undang Pemilu."

JAKARTA - Koalisi organisasi dan masyarakat sipil, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, mengajukan uji materi (judicial review) Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 ke Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (5/6).

Para pemohon, yang terdiri atas Perludem, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Hadar Nafis Gumay, Titi Anggraini, dan Wahidah Suaib, meminta Mahkamah Agung membatalkan Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 karena itu diyakini bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

"Kami memohon, meminta Mahkamah Agung membatalkan klausul di dalam peraturan KPU yang kemudian membuat (aturan) minimal 30 persen dalam daftar calon (anggota legislatif) partai politik di setiap daerah pemilihan itu dibatalkan karena perhitungan KPU keliru, tidak sesuai dengan apa yang diatur di dalam Undang-Undang Pemilu," kata kuasa hukum para pemohon, Fadli Ramadhanil, selepas mendaftarkan uji materi di Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (5/6).

Fadli Ramadhanil menjelaskan bahwa Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan telah beberapa kali ke KPU untuk menagih janji mereka yang pada bulan lalu (10/5) mengumumkan ke publik akan merevisi Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023.

Namun, KPU tidak kunjung merevisi aturan itu, terutama setelah mereka berkonsultasi dengan Komisi II DPR RI pada tanggal 17 Mei 2023. "Menurut kami, KPU berbohong kepada publik. Janji akan merevisi PKPU, tetapi tidak melakukan itu karena dilarang oleh DPR. Karena KPU-nya tunduk kepada DPR, untuk memastikan kerangka hukum pemilu tetap konstitusional," kata Fadli.

Baca Juga: