Memang sudah terasa kelelahan masyarakat mengenakan masker. Tapi masalahnya, mengenakan masker sebagai "satu-satunya" cara menahan serangan virus. Jadi, kalau ingin selamat, ya, mau tak mau kenakan masker di mana pun.
Memang dalam kondisi pandemi Covid 19 serbaterjadi prokontra di berbagai kebijakan. Salah satunya, terkait sekolah atau belajar di kelas. Di satu sisi kemendikbudristek menginginkan agar segera sebanyak mungkin dilakukan pembelajar di kelas atau yang biasa disebut pembelajaran tatap muka (PTM).
Desakan itu juga datang dari para orang tua murid. Bahkan juga datang dari pelajar sendiri. Mereka tidak betah lagi untuk segera belajar di kelas. Sebab sekolah di rumah memang tidak mudah.
Namun, di sisi lain, kemenkes mengingatkan agar jangan terlalu euforia dengan melandainya angka Covid. Harus berhati-hati benar dalam membuka kelas. Hal ini pun juga diingatkan para orang tua murid dan anggota DPR. Jadi, orang tua murid juga terbelah. Di kelompok sepaham dengan kemenkes, orang tua masih khawatir, belajar di kelas bisa menularkan Covid.
Setelah beberapa waktu sebagian sekolah memulai belajar tatap muka, ternyata klaster sekolah yang dikhawatirkan banyak pihak itu bukan omong kosong. Di sana-sini mulai ditemukan klaster sekolah. Kemendikbudristek, misalnya, telah menemukan 1.303 sekolah yang menjadi klaster penularan Covid 19.
Angka itu berdasarkan survei terhadap 47.005 sekolah. Angka penularannya juga banyak. Dari data tersebut diketahui bahwa tercatat ada7.287 guru dan15.456 siswa yang terpapar virus korona. Klaster penularan Covid-19 terbanyak Sekolah Dasar mencapai 583 sekolah.Jumlah guru dan siswa SD yang terkonfirmasi Covid-19 selama PTM terbatas sebanyak 3.166 guru dan 6.928 siswa.
Kemudian klaster Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berjumlah 251 sekolah. Guru dan siswa PAUD yang terkonfirmasi Covid-19 masing-masing 956 dan 2.006. Ini perlu langkah tegas menangani agar tidak kembali terjadi lonjakan. Sekarang ini secara nasional diklaim 'hanya' ada 2.557 orang terpapar. Tapi bisa saja lebih dari itu jumlahnya kalau semakin banyak masyarakat yang dites.
Semua memang sekali lagi serbamendua. Boleh saja PTM terbatas dilanjutkan. Hanya, apakah para siswa dan guru/pendidik bisa sekuat tenaga menjadi protokol kesehatan. Hal ini khususnya di luar sekolah. Sebab kalau di sekolah mungkin bisa dipantau. Orang tua harus menjadi pengawas anak setelah di rumah soal prokes.
Kita menunggu langkah kemendikbudristek dan kemenkes mengatasi klaster sekolah ini. Apakah diliburkan dulu, seperti janji selama ini, kepada sekolah yang menjadi klaster atau bagaimana jalan keluarnya.
Apalagi di tengah masyarakat sekarang tampak mulai mengendor pelaksanaan prokes. Di mana-mana mudah dijumpai kerumunan restoran, kafe, atau tempat makan lain. Mereka tidak menjaga jarak dan bebas ngobrol, tentu tanpa masker, dengan alasan tengah makan.
Orang-orang juga semakin banyak melepas masker, masker di dagu, atau bahkan tidak mengenakan masker sama sekali. Tiga model ini sama saja tidak memaki masker. Memang sudah terasa kelelahan masyarakat mengenakan masker. Tapi masalahnya, mengenakan masker sebagai "satu-satunya" cara menahan serangan virus. Jadi, kalau ingin selamat, ya, mau tak mau kenakan masker di mana pun!
Jadi, semua kembali kepada diri masing-masing untuk berdisiplin prokes. Sebab kita tidak lagi bisa mengandalkan lingkungan sekitar. Walau tak jaminan bahwa mengenakan masker ketat, tidak bisa kena Covid. Namun, tetapi masih jauh lebih aman daripada tidak mengenakan masker.
Mari membantu sesama dan diri sendiri dengan kembali memberi semangat mengenakan masker. Beri semangat dalam hati, agar tidak kendor mengenakan masker, sebab hanya itulah pilihan terbaik.