Oleh: Romli Atmasasmita

Perkara korupsi proyek BTS di Kemenkominfo yang ditangani Kejaksaan Agung telah melahirkan babak baru efek samping korupsi, yaitu bagaimana cara birokrat korup menjaga agar rute kasus yang dihadapi sampai pada tujuan dengan aman. Contoh dalam hal ini, distribusi dana 27 miliar dalam kasus BTS di Kemenkominfo merupakan bukti kehadiran pemeran baru atau klaster baru dalam korupsi.

Diharapkan peran makelar kasus yang memiliki hubungan pertemanan dengan oknum aparat penegak hukum, dapat memuluskan korupsi lolos dari jangkauan hukum.

Pengamanan perkara dengan tujuan memberikan sinyal positif rute korupsi bebas dari hambatan tidak hanya karena peran makelar kasus. Tanpa bantuan oknum aparat penegak hukum, tidaklah mungkin berhasil menundukkan langkah penindakan hukum.

Budaya kita selalu ewuh-pakewuh, jika bawahan berhadapan dengan atasan, telah dimanfaatkan mafia kasus secara maksimal guna menghasilkan keuntungan finansial sebanyak- banyaknya, bahkan sampai bernilai di atas 100 milar sampai dengan triliunan rupiah.

Berbagai peristiwa korupsi yang dibalut klaster pengamanan perkara semakin jelas membuktikan bahwa korupsi merupakan kejahatan yang sempurna. Korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinarycrimes).

Status hukum mereka yang termasuk pengaman perkara atau pengawal korupsi merupakan perbuatan penyertaan (Pasal 55 KUHP) sekaligus perbuatan menghalang-halangi proses peradilan pidana (obstruction of justice- Pasal 21 UU Tipikor).

Namun demikian, perlu diwaspadai modus baru untuk menghambat laju penegakan hukum kasus korupsi yaitu dengan menempatkan mereka yang dijadikan pengaman perkara sebagai justice collaborator (JC) di bawah kendali Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSk).

Status sebagai JC diharapkan memperoleh keringanan hukuman, yang sebenarnya tidak boleh terjadi karena merekalah pemeran utama dan penentu keberhasilan membobol keuangan negara. Selain harapan tersebut, kedudukan sebagai JC juga bertujuan menyesatkan proses peradilan pidana.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian mengenai topik pembahasan ini, ada pelaku (dader) lain di samping pelaku peserta dan pelaku pembantu dan penganjur. Tugas aparatur hukum menjadi lebih kompleks karena tanpa dapat mengungkap jaringan korupsi yang luas, pemberantasan korupsi akan berakhir tanpa ujung.

Baca Juga: