JAKARTA - Klaim Menteri Tenaga Kerja (Menaker), Ida Fauziyah, bahwa jumlah pengangguran terbuka Indonesia menurun sekitar 950 ribu orang dari 9,7 juta jiwa pada Agustus 2020 menjadi 8,75 juta per Februari 2021 bisa menyesatkan. Sebab, faktanya jumlah tenaga kerja yang dirumahkan terus bertambah, sedangkan angkatan kerja yang mendapat pekerjaan tidak mengalami kenaikan berarti.

Guru Besar Sosiologi Ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan klaim penurunan angka pengangguran terbuka bisa jadi benar, jika dibandingkan dengan tahun 2020. Namun yang perlu menjadi perhatian apakah nilai keuntungan yang diraih oleh pelaku ekonomi kecil masih sama atau layak, mengingat semakin banyak yang terlibat.

"Hal yang menjadi persoalan adalah pelaku-pelaku usaha mikro yang sekarang banyak menerapkan ke ekonomi digital ini apakah masih menikmati nilai keuntungan yang cukup. Karena tentu mereka ada yang mensponsori, dan semakin banyak jaringan yang terlibat, konsekuensinya keuntungan yang masuk semakin banyak di-share," kata Bagong.

Sementara itu, Pengajar dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan angka pengangguran masih tinggi karena pemulihan ekonomi berjalan lambat.

Apalagi stimulus fiskal yang dikucurkan pemerintah sangat terbatas hanya untuk sektor konsumsi. Jumlah yang dialokasikan untuk sektor produktif relatif kecil, sehingga sangat sulit untuk memulihkan dunia usaha terutama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang banyak menyerap tenaga kerja.

Menurut Esther, perlu upaya serius dalam jangka panjang untuk meningkatkan kualitas (upgrade) skill Sumber Daya Manusia (SDM), karena lebih dari 80 persen berpendidikan rendah atau jenjang Sekolah Dasar hingga SLTA.

Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja harus menjalankan fungsinya sebagai mediator untuk menjembatani perusahaan pemberi kerja dengan pencari kerja.

Evaluasi Kurikulum

Di sisi lain, kurikulum pendidikan vokasi harus dievaluasi karena data menunjukkan sekolah kejuruan justru berkontribusi besar atas angka pengangguran di Indonesia. Berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja, dia mengatakan tidak ada pilihan selain menggenjot investasi yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah signifikan.

Untuk meningkatkan skill pekerja tersebut, pemerintah, kata Esther, perlu mendorong kemitraan dengan konsep triple helix, yaitu kerja sama antara pemerintah, industri, dan universitas/ lembaga pendidikan vokasi/ sekolah kejuruan.

"Percepatan upgrade skill tenaga kerja itu memungkinkan para lulusannya bisa langsung ditampung industri," kata Esther.

Menaker Ida Fauziyah dalam rapat dengan Komisi IX DPR mengatakan angka pengangguran tertinggi disumbangkan oleh lulusan SMK dengan persentase 11,45 persen, diikuti oleh SMA 8,55 persen, universitas 6,97 persen, dan Diploma 6,61 persen. Sedangkan tingkat pengangguran tenaga kerja berpendidikan SMP adalah 5,87 persen, dan lulusan SD hanya 3,13 persen. n SB/ers/E-9

Baca Juga: