Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan konsep penangkapan terukur yang rencananya bakal dilaksanakan pada 2022 perlu dilakukan antara lain untuk menjaga stok ikan di laut.
"Penangkapan terukur bukan hal baru," kata Dirjen Perikanan Tangkap KKP M Zaini dalam diskusi daring "Tantangan Perikanan Terukur dan Perlindungan ABK di Laut Arafura" yang digelar di Jakarta, Senin (6/12).
Ia mengemukakan, filosofi penangkapan terukur berdasarkan kepada esensi pembatasan penangkapan ikan yang perlu dilakukan untuk menjaga jumlah stok ikan di kawasan perairan.
Zaini memaparkan, dengan pengendalian penangkapan terukur maka pengendalian dilakukan dengan perizinan, yang dilakukan dengan adanya hasil tangkapan pelaku usaha perikanan berdasarkan kuota.
Dalam konteks Indonesia, maka Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berdasarkan kontrak (gabungan praproduksi dan pascaproduksi atau jumlah tangkapan yang didaratkan), sehingga pemasukan negara dapat diproyeksikan berdasarkan hasil alokasi sumber daya ikan.
Berdasarkan data KKP, total jumlah tangkapan yang diperbolehkan di seluruh wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia, total ada 9,45 juta ton per tahun, dengan nilai produksi total seluruh Indonesia berdasarkan jumlah tersebut diperkirakan dapat mencapai hingga sekitar Rp229,3 triliun.
"Kami sampai hari ini masih menjaring masukan dari banyak pihak," katanya dan menambahkan, penangkapan terukur yang dilakukan dengan sistem kontrak ke depannya diharapkan bakal dapat memberikan kepastian bagi pelaku usaha.
Dirjen Perikanan Tangkap KKP juga membantah tudingan bahwa penerapan kuota dalam tangkapan perikanan akan menghambat nelayan lokal, karena KKP dijamin akan mengakomodir nelayan lokal untuk mendapatkan kuota.
Zaini juga menuturkan, pihaknya saat ini juga sedang melakukan pendataan di berbagai wilayah pengelolaan perikanan di beragam daerah Republik Indonesia, termasuk pelaku usaha yang sudah eksis.
Ia menegaskan, bahwa konsep penangkapan terukur di Indonesia juga dipastikan tidak membolehkan kapal ikan asing, tetapi yang boleh masuk hanyalah modal yang berasal dari pihak asing.
Pembicara lainnya, Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Laksda TNI Adin Nurawaluddin memaparkan strategi pengawasan ikan dalam konteks penangkapan ikan terukur.
Adin memaparkan, beragam strategi pengawasan tersebut antara lain memeriksa kelayakan teknis dan administrasi serta menerbitkan SLO (Surat Laik Operasi) sebelum melaut, pengawasan kepatuhan kapal pada saat kegiatan penangkapan ikan dengan memastikan kegiatan penangkapan terukur.
Sedangkan selama pendaratan dan pascapendaratan, lanjutnya, pengawasan dilakukan antara lain dengan memeriksa jenis, jumlah dan ukuran hasil tangkapan, kesesuaian alat penangkap, kesesuaian pelabuhan pangkalan, menerbitkan Hasil Pemeriksaan Kapal (HPK) Kedatangan, pengawasan setelah pembongkaran muatan, pengawasan tujuan distribusi dan pengolahan hasil perikanan, serta ketertelusuran hasil tangkapan.
Sementara itu, Program Officer Organisasi Buruh Internasional (ILO) Indonesia Lusiani Julia menyoroti masih kurang atau lemahnya serikat pekerja dan perundingan bersama dalam sektor perikanan.
Direktur Lembaga Ocean Solutions Muhammad Zulficar Mochtar mengingatkan tentang kesiapan pemerintah dalam menerapkan perikanan terukur karena tahun 2022 tinggal beberapa pekan lagi.