Singapura sedang membangun kemandirian pangan agar tidak bergantung negara lain, seperti halnya lobster yang telah dilarang pemerintah Indonesia. Bahkan, pemerintah Singapura membantu produsen berbasis rumahan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional agar pada tahun 2030, produksi dalam negeri dapat memenuhi 30 persen kebutuhan gizi dalam negeri.
Target ambisius yang diumumkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air Singapura, Masagos Zulkifli, itu membuka peluang bagi pengusaha dan tenaga kerja untuk memenuhinya. Itulah sebab, produksi pangan sekarang meningkat. Tahun lalu, peternakan dalam negeri telah memasok 24 persen kebutuhan telur dalam negeri, 13 persen kebutuhan sayur-mayur, dan 9 persen kebutuhan ikan untuk konsumsi warga Singapura.
Keinginan menjadi mandiri pangan telah diserap oleh Shannon Lim, warga Singapura berusia 32 tahun. Dia yang semula perencana keuangan, kini beralih profesi sebagai petambak ikan laut. Bermodal 160.000 dollar Singapura, pada 2011, dia membuka peternakan akuatik berkelanjutan "OnHand Agrarian".
Shannon kemudian merancang Multi-Trophic Recirculating Aquaculture System (IMTRAS), sistem pertanian terpadu yang mendaur ulang limbah dari satu organisme sebagai makanan bagi makhluk lain.
Dia mulai memelihara sekitar 2.000 ikan hias yang dapat dimakan, seperti kerapu dan kakap merah menggunakan sistem loop tertutup di halaman belakang rumahnya, di Changi. Namun karena tidak memiliki izin berjualan, ikan-ikan diberikan kepada teman dan tetangga.
Dua tahun kemudian, Shannon benar-benar terjun menjadi wirausahawan. Kini mengelola budi daya ikan laut di dekat Pulau Ubin, yang berada di lepas pantai timur laut Singapura. Budi daya dalam bentuk tambak terapung itu adalah salah satu dari tiga usaha sejenis milik OnHand Agrarian. Lokasi lain di Dempsey digunakan untuk memelihara ikan air tawar, sementara fasilitas ketiga yang paling kecil di HortPark adalah untuk budi daya ikan gurami, untuk bahan makanan ringan kulit ikan telur asin.
Untuk memastikan budi daya berkelanjutan, OnHand Agrarian hanya memelihara ikan jenis kerapu berbintik oranye, kakap, dan bass laut, yang merupakan spesies asli perairan tersebut. Secara berkala, fasilitas itu juga melepaskan ikan jantan dan betina kembali ke dalam laut untuk membantu perkembangbiakannya.
"Saat petambak memelihara ikan yang bukan asli dari perairan itu dan menangkap lebih cepat daripada masa reproduksi alami ikan, sama dengan penangkapan ikan berlebihan dengan mengorbankan generasi mendatang," kata Shannon.
Saat ini, OnHand Agrarian telah menjual sekitar 150 kilogram makanan laut ke rumah tangga setiap bulan melalui lapak daring mereka. Dengan membayar 200 dollar Singapura setiap bulan, pelanggan mendapat 10 kilogram ikan, udang, kepiting, lobster, dan tiram, bergantung dari hasil tangkapan.
Keberlanjutan tidak hanya tentang alam dan satwa liar, tapi juga tentang mendorong inklusi sosial. Secara rutin, OnHand Agrarian melibatkan penyandang cacat dan pekerja konstruksi yang menyukai laut. Para sukarelawan tersebut membantu membersihkan karang dan membuang tiram di ketiga lokasi usaha. Pekerja konstruksi juga didorong untuk membawa ikan hasil tangkapan untuk dibagikan dengan rekan mereka.
Meskipun dalam skala kecil, tapi OnHand Agrarian telah memulai perubahan untuk mengakhiri praktik dan konsumsi yang ikan tidak berkelanjutan di Singapura.temasek.com/SB/AR-2