JAKARTA - Ada satu kisah menarik yang dituturkan Bambang Widjanarko, dalam buku Sewindu Dekat Bung Karno. Kisah menarik ini tentang pimpinan TNI AL dan Panglima KKO Marinir yang dimarahi Presiden ketika itu, Soekarno atau Bung Karno.
Bambang Widjanarko kala itu berpangkat Kolonel KKO. Ia saat itu tengah ditugaskan untuk menjadi salah satu ajudan pribadi Presiden Soekarno. Kemarahan Presiden Soekarno itu, kata Bambang dalam bukunya bermula saat dirinya hendak ditarik dari Istana Negara karena sudah saatnya mengikuti pendidikan Sesko TNI.
Seperti diketahui, pendidikan Sesko bagi seorang perwira menengah adalah kesempatan yang sangat dinanti-nanti. Sebab, lewat pendidikan itu, tiket untuk mendapat bintang atau jadi jenderal bisa dipegang.
Dalam bukunya, Bambang bercerita, pada awal Januari 1963, ia ajukan permohonan kepada pimpinan TNI AL untuk ikut pendidikan Sesko karena sudah waktunya. Permohonan itu dikabulkan.
Namanya pun tercatat sebagai salah satu calon siswa Seskoal. Lalu, sebulan sebelum pendidikan, Bambang melapor ke Bung Karno. Bung Karno terkejut, ajudannya hendak pergi untuk ikut pendidikan di Seskoal. Ia terus terang tak setuju.
Bung Karno pun lantas memanggil Panglima Angkatan Laut (Pangal) saat itu Laksamana Martadinata. Pada Pangal, Bung Karno memerintahkan agar keputusan Bambang Widjanarko ikut Sesko dibatalkan. Pangal pun tak membantah dan memberi tahu Bambang jika harus terus meneruskan tugas jadi ajudan Presiden.
Pada Januari 1964, Bambang kembali ajukan permohonan untuk ikut Seskoal. Pimpinan TNI AL pun menyetujui. Seperti sebelumnya, Bambang melaporkan hal itu kepada Bung Karno. Lagi-lagi Bung Karno menolaknya. Kali ini, bukan Pangal yang dipanggil Presiden. Tapi Panglima KKO Marinir, Mayjen Hartono.
Presiden memerintahkan Mayjen Harto agar Bambang, ajudannya tidak ikut Seskoal dan tetap jadi ajudannya. Panglima KKO pun patuh. Bambang diperintahkan tetap jadi ajudan Presiden.
Sampai kemudian pada tahun 1965, Bambang kembali melapor ke Bung Karno, jika namanya tercantum sebagai calon siswa Seskoal. Dilaporkan seperti itu, kali ini Bung Karno marah.
Esok harinya, Bung Karno memerintahkan agar Pangal dan Panglima KKO menghadapnya di Istana. Kedua petinggi TNI AL itu tergopoh-gopoh menghadap Bung Karno.
"Marta (Laksamana Martadinata) dan kamu, Hartono (Mayjen Hartono), siapa yang jadi Panglima Tertinggi?" tanya Bung Karno kepada dua petinggi TNI AL yang menghadapnya.
"Pangti ABRI adalah Bapak," kedua petinggi TNI AL itu menjawab serempak.
Setelah itu kembali Bung Karno berkata. "Nah, dengarkan. Saya sebagai Pangti ABRI memerintahkan agar kalian jangan lagi mengeluarkan keputusan Bambang masuk Sesko atau menarik Bambang dari Istana.
Kata Bung Karno, Bambang adalah perwira yang baik. Ia masih memerlukan Bambang untuk jadi ajudannya. "Saya senang padanya. Hanya saya yang memutuskan kapan ia meninggalkan saya," kata Bung Karno dengan tegas.
Kedua petinggi TNI AL itu langsung menjawab kompak." Siap Pak".