JAKARTA - Tahun 50-an, sampai awal 60-an, terjadi pergolakan di tubuh Angkatan Darat. Pergolakan itu dipicu oleh terlalu jauhnya para politisi sipil mencampuri urusan internal angkatan darat. Ketika itu, Indonesia masih menganut sistem politik parlementer. Pemerintahan dipimpin oleh Perdana Menteri. Presiden Soekarno saat itu hanya menjadi kepala negara.
Pergolakan memuncak dengan meletusnya peristiwa yang dikenal dengan peristiwa 17 Oktober 1952. Saat itu Istana dikepung pendemo. Dan, di antara pendemo, ada sekelompok tentara yang memback-up. Di peristiwa itu pula, Istana Negara ditodong moncong meriam. Pelakunya adalah Kemal Idris, orang Kostrad masih perwira menengah saat itu.
Peristiwa 17 Oktober 1952 sendiri adalah peristiwa yang bermula dari ketidakpuasan para perwira angkatan darat yang dimotori Kolonel Nasution yang kecewa dengan manuver para politisi sipil. Para perwira itu lantas mendesakkan tuntutan agar Presiden Soekarno membubarkan parlemen. Karena peristiwa itu, internal angkatan darat terpecah. Ada kelompok perwira yang mendukung, tapi ada pula kelompok perwira yang menentang aksi tersebut.
Sampai akhirnya, pemerintah mencopot Nasution dari jabatannya sebagai KSAD. Lalu setelah itu, mengangkat Kolonel Bambang Sugeng sebagai KSAD. Di zaman Bambang Sugeng sebagai KSAD, digagas konferensi para perwira angkatan darat untuk kembali menyatukan dua kelompok perwira yang bersebrangan di Yogyakarta. Konferensi itu melahirkan Piagam Yogyakarta yang diminta para perwira angkatan darat agar jadi acuan bagi pemerintah dalam mengangkat KSAD berikutnya.
Bambang Sugeng kemudian mengundurkan diri dari jabatannya sebagai KSAD. Untuk sementara, Kolonel Zulkifli Lubis diangkat sebagai Penjabat sementara KSAD. Pemerintah, di bawah Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo lantas mencari pengganti.
Pemerintah memilih Kolonel Bambang Utoyo, Panglima Sriwijaya sebagai KSAD baru. Tapi pilihan pemerintah itu dapat tentangan. Mayoritas perwira AD menolaknya. Meski begitu, pelantikan Bambang Utoyo tetap dilakukan. Dan pelantikan Bambang Utoyo, mungkin bisa dicatat sebagai pelantikan KSAD paling mengenaskan sepanjang sejarah TNI AD.
Menurut Peter Kasenda dalam bukunya Kolonel Misterius Di Balik Pergolakan TNI AD, yang terbit pada 2012, Bambang Utoyo dilantik oleh Presiden Soekarno di Istana Negara tanpa dihadiri para perwira penting di TNI AD. Para perwira yang hadir hanya perwira yunior. Pelantikan pun, tanpa bendera angkatan darat, karena Kolonel Zulkifli Lubis tak mau menyerahkan itu. Tak hanya itu, pengiring musik juga bukan dari tentara. Pengiring musik yang mengiringi pelantikan itu dari barisan pemasam kebakaran.
Lebih mengenaskan lagi, setelah dilantik, Bambang Utoyo tak bisa menjalankan tugasnya sebagai KSAD dengan normal. Mayoritas perwira menentangnya. Bahkan Bambang Utoyo tak bisa berkantor di Markas Besar Angkatan Darat. Ketika itu berhembus isu, jika Bambang Utoyo berani menginjakan kakinya di Markas AD, akan ditembak Kolonel Zulkifli Lubis. Lubis sendiri menyangkal isu itu. ags/N-3