JAKARTA -Pada 1998, Jakarta diamuk kerusuhan hebat. Kerusuhan yang dipicu oleh tertembaknya mahasiswa Universitas Trisakti yang sedang berdemonstrasi menentang Soeharto. Jakarta pun membara. Ribuan orang jadi korban. Toko-toko dibakar dan dijarah. Mei 1998 jadi cerita kelam bagi bangsa Indonesia.

Pasca rusuh besar di Jakarta, tanggal 21 Mei di tahun yang sama Presiden Soeharto memutuskan mundur dari jabatannya. Wakil Presiden BJ Habibie pun naik menggantikan presiden sepuh yang telah berkuasa selama 32 tahun lamanya. Namun hingga kini, soal kerusuhan Mei 98 masih sisakan pertanyaan besar.

Tidak hanya itu, Habibie yang naik menggantikan Soeharto melempar pernyataan yang membuat publik kaget. Habibie mengatakan, sesaat setelah ia naik jadi Presiden, ada pasukan liar yang terkonsentrasi mengepung kediamannya di Kuningan Jakarta. Isu adanya kudeta pun merebak.

Prabowo Subianto yang saat itu jadi menjadi Pangkostrad, jadi sasaran tembak. Prabowo dituding ada di balik kerusuhan tersebut dan juga pasukan liar yang disebut Habibie mengepung rumah kediaman pribadinya di bilangan Kuningan, Jakarta. Dituding seperti itu, jelas Prabowo membantah keras.

Buku Hari-Hari Terpanjang Menjelang Mundurnya Presiden Soeharto dan Beberapa Peristiwa Terkait, yang ditulis James Luhulima (2006) sedikit menyinggung soal gonjang-ganjing kerusuhan Mei dan isu pasukan liar yang mengepung rumah Habibie serta bantahan Prabowo.

Menurut James Luhulima, pernyataan Habibie tersebut ketika itu langsung jadi headline pemberitaan. Prabowo yang ketika itu sedang berada di Amman Yordania, langsung mengirimkan bantahan tertulisnya. Bantahan tertulisnya itu kemudian dibacakan pada 19 Februari 1999 di Hotel Regent Jakarta. Beberapa perwakilan Prabowo, antara lain Ahmad Soemarsono, Fadli Zon, Farid Prawiranegara dan Yusuf Hutapea hadir di hotel itu membacakan surat tertulis Prabowo.

Dalam surat tertulisnya, Prabowo menegaskan bahwa pengerahan dan penempatan pasukan yang berada di bawah komandonya (12-22 Mei 1998) telah dilaksanakan sesuai prosedur yang berlaku sepenuhnya ada di bawah kendali Panglima Komando Operasi Jaya yaitu Pangdam Jaya, Komandan Garnisun Ibukota. Semua pengerahan pasukan dilaporkan kepada komando atas.

Prabowo juga menegaskan, sebagai Pangkostrad tidak punya wewenang komando operasional atas apapun. Tugas Pangkostrad hanya menyiapkan dan menyediakan pasukan secepat mungkin kepada komando pengguna dalam hal ini adalah Komando Operasi Jaya. Dan itu sesuai petunjuk Panglima ABRI.

Maka terkait isu ia menggerakkan pasukan 'liar' yang disebut mengepung rumah Habibie, perlu dilakukan pengecekan langsung kepada puluhan perwira dan ratusan prajurit yang ditempatkan di titik terpenting ibukota, terutama yang mengamankan presiden dan wakil presiden (yang kemudian pada 21 Mei menjadi presiden).

Kata Prabowo dalam surat tertulisnya perlu ditanyakan kepada mereka, apa perintah yang mereka terima, siapa yang memberikan dan sebagainya. Saya yakin, tulis Prabowo di surat tertulisnya bahwa semua penempatan pasukan justru untuk mengamankan dan menjaga keselamatan presiden.

Prabowo mengaku sedih dengan munculnya persepsi bahwa dia berbuat mengancam keselamatan Presiden BJ Habibie. Habibie adalah orang yang sudah lama ia kenal, dan sangat ia hormati serta banyak ia bela di banyak kesempatan. Rasanya sulit baginya membayangkan untuk berbuat negatif kepada orang yang ia hormati.

Baca Juga: