Judul : Soedirman & Alfiah
Penulis : E Rokajat Asura
Penerbit : Pustaka Imania
Cetakan : Pertama, Mei 2017
Tebal : xxiii + 437 halaman
ISBN : 978-602-7926-35-6

"Kebahagiaan membuatmu tetap manis. Cobaan membuatmu kuat. Kesedihan membuatmu tetap menjadi manusia. Kegagalan membuatmu tetap rendah hati," Ungkapan inilah yang diwujudkan Soedirman semasa gerilya. Alfiah pun mendukung lahir batin, merelakan seluruh hidupnya menemani sang suami di medan gerilya.

Ini adalah novel tentang kehidupan dan gerakan Panglima Besar Jenderal Soedirman. Sebagai seorang Panglima Besar, Jenderal Soedirman selain disiplin, juga memiliki sisi-sisi romantis. "Beribu maaf, Bapak Haji. Maksud kedatangan saya pagi ini hendak minta kemurahan hati Bapak, agar Alfiah, putri Bapak, boleh saya jadikan teman hidup. Dia akan saya rawat sebaik-baiknya hingga kelak hari tua," kata Soedirman saat melamar Alfiah, gadis dari keluarga terpandang.

Cinta keduanya mulai tumbuh sejak sama-sama sekolah di Wiworo Tomo, saat Soedirman menjadi sekretaris himpunan siswa dan Alfiah bendaharanya. Alfiah adalah gadis cantik yang tengah beranjak dewasa. Saat itu, banyak pria naksir. Sementara itu, Soedirman juga bukan pemuda sembarangan. Cinta mereka awalnya tidak direstui keluarga besar Alfiah, terutama Pakdenya, Haji Mukmin.

Cinta yang kelak akan menemui berbagai cobaan hidup di masa perang kemerdekaan hingga periode Belanda datang kembali pascakemerdekaan. "Kalau seorang istri tidak tabah dan bijaksana, suami dan anak-anak tidak akan menjadi orang besar," ujar Panglima. Alfiah percaya saja kalimat itu tanpa protes. Padahal waktu itu dia sendiri tidak benarbenar memahaminya (hal. 85) Soedirman pernah berkata ke istri tercintanya, "Kaulah prajurit sejati itu, Fiah. Penghargaan apa yang sepantasnya kau terima? Kalaupun ada, tampaknya aku tak akan sanggup memberikannya." Dengan penuh cinta pula, Alfiah menjawab, "Aku menghabiskan seluruh waktu untuk anak-anak dan rumah tangga. Tetapi Bapak menghabiskan seluruh waktu untuk bangsa dan negara. Kalaupun ada penghargaan yang kuterima, akan kuserahkan penghargaan itu kepadamu, Pak. Sebab tugas dan tanggung jawab Bapak jauh melampaui. Aku masih bisa istirahat saat anak-anak tidur. Tetapi, Bapak tak akan bisa istirahat saat para prajurit istirahat" (hal 188).

Kutipan ini sebagian dialog romantis, intim, dan hangat. Mereka saling berbagi peran dalam rumah tangga sesuai dengan kodratnya. Panglima Besar Soedirman ternyata sosok bapak yang welas asih dan sayang kepada istri maupun putra-putrinya. Dia memperlakukan istrinya dan mendidik putra-putri secara baik.

Dia amat menjaga keharmonisan rumah tangga sebagai bekal kehidupan bertetangga, berbangsa, dan bernegara. Jenderal Soedirman dalam membangun keluarga berusaha menciptakan ketenangan dan ketenteraman. Mereka saling menjaga rahasia keluarga. Di tengah pertempuran melawan sekutu, Soedirman dilantik menjadi Panglima Besar oleh Bung Karno. Sikap dingin Haji Mukmin kepada Soedirman pun mendadak mencair, ketika dalam konvoi setelah pelantikan, Soedirman turun dari mobil dan mengajak Pakdenya naik disaksikan seluruh warga sepanjang jalan (hal 159). Namun, 5 tahun kemudian, Senin, 29 Januari 1950, kondisi tubuh Sang Jenderal semakin lemah.

Berlinang air mata, Siti Alfiah minta suaminya tegar. Istrinya mendampingi Soedirman sampai ajal menjemput. Soedirman pergi dalam usia muda, 34 tahun. Esok harinya, ribuan orang ikut mengantarkan jenazahnya ke Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, Semaki, Yogyakarta. Hari itu hujan turun lebat mengguyur Kota Yogyakarta.

Diresensi Ike Meliana, Alumna Universitas Brawijaya Malang

Baca Juga: