JAKARTA - Karirnya di TNI melesat sampai ke puncak. Tidak ada yang menyangka memang. Sebab, dia bukan anak jenderal. Ayahnya, hanya seorang sopir ambulans. Seorang petugas medis untuk Batalyon Angkatan Darat Poncowati.

Karena gaji sang ayah pas-pasan, ia terpaksa harus berhenti sekolah. Padahal, ia sangat ingin jadi tentara. Mungkin karena terpengaruh oleh lingkungan di tempat ayahnya bekerja, di mana dia sering melihat para tentara yang gagah.

Karena, tak punya uang untuk sekolah, demi membantu dapur keluarga, ia terpaksa jualan rokok. Tak hanya jual rokok, ia juga nyambi jadi penjual koran.

Ketika itu, Indonesia baru merdeka. Dan Belanda kembali ingin mengangkangi republik yang baru saja diproklamasikan tersebut. Konflik bersenjata pun tak terhindarkan. Keinginan anak sopir ambulans untuk jadi tentara pun kian membara. Ia ingin ikut angkat senjata. Saat itu, usianya masih belia. Masih 13 tahunan.

Kepada Batalyon Poncowati, tempat ayahnya bekerja, ia coba mewujudkan keinginannya jadi serdadu. Tapi, karena usianya masih belia, niatnya tak dianggap serius.

Tapi kemudian, oleh Batalyon, dia dijadikan kurir. Tugasnya gampang-gampang susah. Ia ditugaskan untuk mencari informasi ke daerah-daerah yang diduduki oleh tentara Belanda. Tugas lainnya mengambil obat untuk Angkatan Darat Indonesia.

Sampai akhirnya, Belanda angkat kaki dari Indonesia. Bocah remaja yang berambisi jadi tentara itu pun kembali ke keluarganya. Tugasnya sebagai kurir tentara telah selesai.

Tapi, mimpi untuk berseragam tentara tak pernah padam. Maka, ketika ia sudah lulus SMA, langsung mendaftar untuk jadi tentara. Ia coba mewujudkan mimpinya jadi tentara lewat Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad). Awalnya mulus-mulus saja. Namun, kemudian dalam tes pemeriksaan fisik, ia dinyatakan tak lulus.

Dunia seperti kiamat. Namun dewi fortuna masih memayunginya. Mayor Jenderal GPH Djatikusumo yang saat itu menjabat sebagai direktur zeni TNI, rupanya suka memperhatikannya. Sang jenderal tertarik dengan sosoknya.

Maka ia pun dipanggil lagi, untuk ikut tes ulang. Hasilnya, ia dinyatakan lulus. Sejak saat itulah, karirnya perlahan bersinar. Kian moncer, setelah ia dipilih jadi ajudan Presiden Soeharto. Bak meteor, karirnya melesat ke atas.

Anak sopir ambulans ini pernah jadi KSAD. Kemudian, dipilih jadi Panglima ABRI (TNI). Tidak berhenti sampai di situ, usai pensiun dari tentara, ia kembali naik kelas. Kali ini, bukan di TNI. Tapi di pemerintahan. Ia dipilih menjadi Wakil Presiden, mendampingi Presiden yang sempat di kawalnya.

Siapa dia, anak sopir ambulans yang karirnya di TNI begitu luar biasa itu? Dia tidak lain adalah Jenderal (Purn) Try Sutrisno, bekas KSAD, Panglima TNI dan mantan Wakil Presiden.

Baca Juga: