PMI manufaktur 2024 terkontraksi dipengaruhi oleh penurunan pada output dan pesanan baru sehingga memperpanjang periode pelemahan yang berlangsung selama empat bulan.
JAKARTA - Kinerja industri manufaktur masih terkontraksi pada Oktober lalu. Namun, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan beda pandangan soal pemicu melemahnya kinerja manufaktur di Tanah Air.
S&P Global melaporkan Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober 2024 berada pada posisi sama dengan bulan sebelumnya, yaitu 49,2. Artinya, PMI manufkatur masih berada di level kontraksi karena indeksnya di bawah 50.
S&P Global menyebutkan PMI manufaktur 2024 dipengaruhi oleh sedikit penurunan pada output dan pesanan baru. Hal itu memperpanjang periode penurunan yang berlangsung selama empat bulan.
Juru bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, menyampaikan PMI manufaktur Indonesia bakal terus kontraksi selama belum ada kebijakan signifikan untuk mendukung sektor manufaktur dan melindungi pasar dalam negeri, seperti revisi Peraturan Menteri Perdagangan No 8/2024.
"PMI Indonesia pada Oktober 2024 oleh S&P Global merupakan bukti konkret dampak dari Permendag 8/2024," ujar Febri di Jakarta, Jumat (1/11).
Pemberlakuan Permendag No 8/2024 merupakan salah satu penyebab penurunan kinerja manufaktur, karena pasar domestik Indonesia dibanjiri oleh produk jadi impor. Permendag No 8/2024 menghilangkan aturan penerbitan Persetujuan Teknis (Pertek) dari Kementerian Perindustrian untuk produk pakaian jadi.
"Jadi, kami mempertanyakan pernyataan Menteri Perdagangan bahwa Permendag No 8/2024 bertujuan melindungi industri dalam negeri, terutama industri tekstil. Fakta yang terjadi justru sebaliknya. Permendag No 8/2024 tidak mensyaratkan Pertek atau rekomendasi untuk mengimpor barang jadi ke pasar domestik Indonesia. Akibatnya, semua produk TPT, terutama produk jadi, dibukakan pintu impor seluas-luasnya oleh kebijakan tersebut," kata Febri.
Dia kembali menegaskan Kemenperin tidak bisa bertindak sendiri dalam menjaga iklim yang kondusif bagi industri dalam negeri agar terus tumbuh dan menjadi tulang punggung untuk pencapai target pertumbuhan ekonomi 7-8 persen yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Kebijakan kementerian/lembaga lain sangat menentukan kinerja manufaktur.
"Kami meminta pada kementerian/lembaga lain untuk menurunkan ego sektoral masing-masing dalam rangka melindungi industri manufaktur dalam negeri. Kemenperin sudah meng-exercise semua tugas pokok dan fungsi kami sebagai pembina industri demi mendongkrak pertumbuhan industri, guna mencapai pertumbuhan ekonomi 7-8 persen," ujar Febri.
Salah satu kebijakan dari K/L lain yang juga dibutuhkan dan mendesak saat ini oleh Kemenperin dan industri adalah pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) pakaian jadi. Sebelumnya, Kemenperin sudah mengusulkan BMTP pakaian jadi dan dibahas di Bandung beberapa waktu lalu.
Mendag Membantah
Menteri Perdagangan RI, Budi Santoso, mengatakan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 bertujuan untuk melindungi industri tekstil di dalam negeri. "Permendag 8 kan berlaku 17 Mei, masa baru beberapa bulan berlaku perusahaan sudah mati," katanya di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (31/10).
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor tersebut justru melindungi industri tekstil.
Dia mencontohkan jika sesuai dengan Permedag Nomor 8 Tahun 2024 maka ada batas kuota impor pakaian. "Selain itu, kami mengenakan bea masuk itu sudah lama, bea masuk antidumping untuk tekstil, kan perlindungannya sudah banyak," katanya.