JAKARTA - PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) RU VII Kasim mengembangkan program pemberdayaan ekonomi bagi perempuan adat Suku Moi Lemas, Kampung Klayas, Distrik Seget, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi melalui produksi minyak kelapa. Inisiatif ini diberi nama Mama Bagarak atau "Mama-Mama Bergerak."
Program ini hadir sebagai respons terhadap antangan ekonomi yang dihadapi perempuan Moi Lemas. Diharapkan program ini mampu memperbaiki taraf hidup masyarakat adat tersebut. "Perusahaan menerapkan asas partisipatif bottom-up dalam perencanaan program ini," ungkap Ferdy Saputra, Area Manager Communication, Relations, CSR & Compliance PT KPI RU VII Kasim, Rabu (30/10)
Menurut Ferdy, masyarakat dilibatkan langsung dalam penyusunan rencana kerja. Pendekatan ini memungkinkan masyarakat memberikan masukan terkait kebutuhan mereka. Dengan cara ini, strategi perusahaan lebih sesuai kondisi lapangan. "Program ini diharapkan berdampak nyata bagi masyarakat adat Moi Lemas," katanya.
Program Mama Bagarak melibatkan 37 perempuan adat Moi Lemas yang tergabung dalam Kelompok Kalifiti. Mereka kini memiliki peran penting dalam mengelola Sentra Pengolahan Minyak Kelapa di Kampung Kasimle. Sentra tersebut dilengkapi dengan mesin parut dan peralatan pendukung lainnya. Dengan adanya sentra ini, kegiatan produksi menjadi lebih efisien. "Para perempuan adat kini lebih terstruktur dalam menjalankan produksi minyak kelapa," katanya.
Untuk mendukung sentra pengolahan ini, PT KPI RU VII Kasim juga memasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 3,3 kilowatt hour (kWh). PLTS ini memasok listrik yang diperlukan dalam proses produksi. Selain itu, saluran air bersih juga disediakan untuk mendukung kelancaran produksi minyak. Sebelum adanya fasilitas ini, masyarakat menggunakan air yang kurang layak untuk mengolah minyak. Kini, mereka dapat menghasilkan minyak dengan lebih higienis.
Ferdy juga menjelaskan bahwa inovasi lain yang diterapkan KPU RU VII Kasim di Kampung Klayas adalah MiKa RaLin (Minyak Kelapa Ramah Lingkungan). Melalui inovasi ini, serabut kelapa dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengolahan minyak. Cara ini menggantikan penggunaan kayu bakar yang sebelumnya diperoleh dengan menebang pohon. Inovasi ini membantu mengurangi dampak lingkungan dari penebangan pohon. "Selain itu, bahan bakar dari serabut kelapa lebih mudah didapatkan," ujarnya.
Kini, minyak kelapa yang dihasilkan dapat dijual dengan harga 15.000 rupiah per liter. Penjualan ini membuka peluang peningkatan pendapatan bagi perempuan adat Moi Lemas. Hasil ini mendorong kemandirian ekonomi masyarakat di Kampung Kasimle. Produk minyak kelapa juga telah menjadi sumber pendapatan yang berkelanjutan. Dengan demikian, masyarakat tidak hanya mengandalkan hasil berburu dan meramu.
Program ini juga melibatkan kelompok rentan seperti tunanetra dan lansia di Kampung Kasimle. Sebanyak 17 tunanetra parsial dan 8 lansia ikut serta dalam kegiatan ini. Mereka diberikan akses mudah untuk berpartisipasi dalam proses pengolahan minyak kelapa. Keterlibatan ini memperluas manfaat program bagi berbagai lapisan masyarakat. Semua pihak dapat merasakan dampak positif dari program pemberdayaan ini.