YOGYAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat 'Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini mengatakan Muhammadiyah selama ini dengan kemandiriannya yang kuat bisa menempatkan diri sebagai organisasi sosial keagamaan yang tidak bergumul dengan perebutan kekuasaan.
"Tapi justru bagaimana kita bisa mewakafkan, memberi, berkontribusi pada kepentingan bangsa dan negara kita," katanya saat menghadiri pelantikan Rektor UNISA, Bandung, dikutip dari rilis PP Muhammadiyah, Rabu (27/10).
Lebih jauh, Nordjannah mengingatkan agar dalam ikhtiar itu kultur Muhammadiyah yakniamanah dan objektif tetap dijaga oleh para kader dan anggota Persyarikatan.
Situ Noordjannah mendorong Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan 'Aisyiyah banyak mengangkat sejarah terkait andil Persyarikatan dalam membangun Republik Indonesia.
"Saya fikir sejarah Muhammadiyah-'Aisyiyah dalam konteks ikut menghadirkan republik ini, membesarkan, menguatkan kohesivitas dari warga bangsa ini perlu menjadi kajian-kajian dan sejarah yang harus terus dirawat," tuturnya.
"Bagaimana sejarah kehidupan dan kesejarahan peran-peran Persyarikatan termasuk Aisyiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hanya saja Persyarikatan ini kan punya watak dan kultur, karakter jelas yang kitauri-uri. Kita rawat, kita kuatkan untuk tidak mau menjadi model yang membiasakan untuk (bersikap) ahistoris," imbuhnya.
Meski mengangkat sejarah mengenai peran Persyarikatan yang amat luas bagi eksistensi Republik Indonesia, ikhtiar ini dianggap bagian dari tradisi ilmiah untuk mengingatkan semua pihak bahwa Republik Indonesia berdiri bukan karena jasa satu golongan saja, tapi oleh berbagai pihak baik dari beragam suku dan kepercayaan.
"Kita ingin bersama-sama bahwa kehadiran republik ini telah diberikan kontribusinya, diikhtiarkan secara luar biasa oleh banyak pihak dan bukan untuk satu golongan. Bukan untuk satu golongan. Sekali lagi bukan untuk satu golongan. Kita tidak perlu dengan amarah tetapi kita luruskan hal-hal yang memang bengkok dalam memahami negeri ini," ujar Noordjannah.
Alasan lain dirinya mendorong PTM-PTMA mengawal sejarah agar generasi masa depan tidak mendapatkan pemahaman yang keliru terkait sejarah negara mereka sendiri.
"Kalau sesuatu sejarah saja yang nyata itu dipermainkan, lantas apa yang mau kita berikan kepada negeri ini dan apa yang mau kita contohkan pada generasi yang akan datang? Banyak sejarah yang sekarang ini model seakan-akan digiring-giring ke mana dan di sinilah perguruan tinggi memiliki peran," pesannya.