Pemerintah harus mengevaluasi pendidikan di pondok pesantren dan selektif dalam pendirian lembaga berkedok pendidikan agama.

JAKARTA - Ketua DPD, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, mengecam keras kasus pelecehan dan pemerkosaan belasan anak didik oleh HW (36) pengelola pesantren di Jawa Barat. Terdapat sejumlah kejanggalan di pesantren yang dikelola HW, di antaranya hanya ada satu orang pengajar yakni pelaku.

"Perlakuan yang sangat tidak terpuji dan tidak pantas dari seorang pengelola pesantren. Bahkan, lebih tepat disebut sebagai tindakan yang sangat bejat," kata La Nyalla melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (12/12).

Bahkan, berdasarkan data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut mengungkapkan HW telah memperkosa 21 santriwati di pondok pesantren tersebut.

Menurut La Nyalla, kejanggalan lain, lembaga tersebut tidak mengeluarkan ijazah. Pelaku justru memaksa orang tua murid membantu pembangunan pesantren, para santri harus memasak bergantian. "Selain itu, juga tidak ada guru lain. Kalaupun ada, hanya datang sesekali karena dipanggil pelaku," kata dia.

Kejahatan Besar
La Nyalla menilai kasus tersebut bukan hanya mencoreng dan menjatuhkan kewibawaan dunia pesantren. Namun, jauh dari itu, tindakan HW sudah lebih dari kejahatan besar, baik terhadap agama maupun terhadap manusia yakni anak-anak yang masih di bawah umur.

Akibat tindakan pelaku, para santriwati yang menjadi korban mengalami trauma. Selain itu, kasus tersebut dapat menimbulkan masalah baru bagi anak hasil perkosaan.

"Untuk itu, saya meminta pemerintah mengevaluasi pendidikan di pondok pesantren dan selektif dalam pendirian suatu lembaga berkedok pendidikan agama," ujar dia.

Lembaga pendidikan agama, baik pesantren maupun madrasah akan diinvestivasi. Hal ini untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual. Demikian disampaikan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, dalam keterangannya, Sabtu (11/12).

"Kita sedang melakukan investigasi ke semua lembaga pendidikan baik madrasah dan pesantren," ujarnya. Langkah ini diambil setelah mencuatnya kasus dugaan asusila di Pesantren Manarul Huda Antapani, Bandung, Jawa Barat.

Dia menjelaskan langkah mitigasi bisa dilakukan jika ada temuan kasus serupa. Dia khawatir, kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan agama seperti puncak gunung es.

Pihaknya siap menurunkan tim investigasi dengan melibatkan jajaran Kemenag di daerah masing-masing. Hal ini agar bisa mencegah kekerasan seksual di lembaga pendidikan agama tidak sampai terjadi.
"Kalau ada hal serupa kita akan lakukan mitigasi segera. Jadi jangan tunggu kejadian dulu baru bergerak. Semua lembaga pendidikan akan kami lakukan investigasi," jelasnya.

Baca Juga: